Jadi, tidak mengejutkan kalau namanya dulu direkomendasikan pelatih Shin Tae-yong untuk diproses PSSI menjadi WNI. Pada laga melawan Yaman, pelatih asal Korea Selatan bahkan ikut menonton dan mengunjungi langsung tim seusai laga di Stadion Madya Senayan.
Uniknya, selain masih berusia muda dan masih bisa berkembang sebagai pemain, Jens Raven juga punya potensi menarik sebagai pelatih. Seperti diketahui, sang penyerang sudah mengantongi lisensi kepelatihan B UEFA, yang menjadi syarat minimal melatih tim junior.
Level ini berada dua tingkat di bawah UEFA Pro, yang merupakan syarat melatih tim liga-liga Eropa. Belakangan, syarat lisensi kepelatihan Pro ini diadopsi juga di Liga 1, karena itulah pelatih asing masih cukup dominan di Liga 1.
Soal prospek menjadi pelatih di masa depan, pemain bertinggi badan 189 cm ini  memang tidak menutup kemungkinan menjadi pelatih di masa depan, karena memang menyukai sepak bola, dan menyadari, karier sebagai seorang pemain suatu saat bisa selesai, bahkan dalam waktu lebih singkat dari perkiraan.
Jika rencana menjadi pelatih ini didukung PSSI, atau minimal berjalan lancar, maka Jens Raven akan jadi talenta unik di sepak bola nasional, karena ia bisa dipoles menjadi pemain, dan jika sudah pensiun bisa didukung menjadi pelatih di level top.
Jadi, tidak seperti kasus pemain diaspora Indonesia pada umumnya, Jens Raven merupakan satu prospek jangka panjang. Menariknya, diluar urusan kebutuhan teknis di lini depan, kasus Raven seharusnya bisa jadi gambaran visioner buat PSSI, untuk mulai coba menerapkan cara pandang serupa.
Jadi, pembinaan pelatih bisa dimulai, dengan penjaringan minat-bakat sejak pemain masih aktif, dan saat si pemain pensiun, ia sudah siap melatih di level atas. Dengan catatan, sistem dan kualitas pembinaan pelatih yang ada juga serius dibenahi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H