Lolosnya Timnas Indonesia U-20 ke putaran final Piala Asia U-20 menjadi satu lompatan berikut Garuda Muda. Setelah sebelumnya juara Piala AFF U-19 2024, mereka bersiap menatap level Asia tahun 2025 mendatang.
Tiket lolos otomatis ke Tiongkok mampu diamankan, setelah tim asuhan Indra Sjafri, setelah bermain imbang 1-1 dengan Yaman di partai terakhir kualifikasi. Meski sama-sama mendapat poin 7, Indonesia keluar sebagai juara grup, berkat keunggulan selisih gol.
Dari sejumlah pemain yang bersinar, Jens Raven menjadi pemain yang bersinar terang. Maklum, meski tak pernah bermain penuh, penyerang klub FC Dordrecht ini selalu mencetak gol di 3 pertandingan.
Catatan performa ini menjadikannya pencetak gol terbanyak Timnas U-20 di babak kualifikasi. Tren positif ini melanjutkan performa ciamik sang pemain, setelah sebelumnya mencetak 4 gol di Piala AFF U-19.
Dengan standar performa seperti ini, penyerang blasteran Indonesia-Belanda itu seolah menunjukkan, ia adalah talenta potensial untuk lini depan Timnas Indonesia di level senior.
Secara performa, pemain nomor punggung 9 itu sudah menampilkan performa yang dibutuhkan Timnas Indonesia, khususnya saat menghadapi lawan sulit seperti Thailand dan Yaman.
Sebagai seorang penyerang, pemain kelahiran tahun 2005 itu terbukti mampu mencetak gol, sekalipun kekurangan suplai bola matang. Kelebihan sebagai penyerang oportunis ini menjadi satu hal yang masih belum kunjung ditemukan di Timnas Indonesia, khususnya di level senior.
Atribut ini makin lengkap, karena penyerang berpostur tinggi besar ini punya kelincahan dan cerdas dalam membuka ruang. Dalam hal bertahan, Raven juga cukup aktif membantu tim saat dibutuhkan.
Hebatnya, level performa ini masih tampak terjaga, sekalipun tim bermain 3 kali dengan jeda terbatas. Seperti diketahui, kualifikasi Piala Asia U-20 edisi kali ini dimainkan tiap dua hari.
Jadi, tidak mengejutkan kalau namanya dulu direkomendasikan pelatih Shin Tae-yong untuk diproses PSSI menjadi WNI. Pada laga melawan Yaman, pelatih asal Korea Selatan bahkan ikut menonton dan mengunjungi langsung tim seusai laga di Stadion Madya Senayan.
Uniknya, selain masih berusia muda dan masih bisa berkembang sebagai pemain, Jens Raven juga punya potensi menarik sebagai pelatih. Seperti diketahui, sang penyerang sudah mengantongi lisensi kepelatihan B UEFA, yang menjadi syarat minimal melatih tim junior.
Level ini berada dua tingkat di bawah UEFA Pro, yang merupakan syarat melatih tim liga-liga Eropa. Belakangan, syarat lisensi kepelatihan Pro ini diadopsi juga di Liga 1, karena itulah pelatih asing masih cukup dominan di Liga 1.
Soal prospek menjadi pelatih di masa depan, pemain bertinggi badan 189 cm ini  memang tidak menutup kemungkinan menjadi pelatih di masa depan, karena memang menyukai sepak bola, dan menyadari, karier sebagai seorang pemain suatu saat bisa selesai, bahkan dalam waktu lebih singkat dari perkiraan.
Jika rencana menjadi pelatih ini didukung PSSI, atau minimal berjalan lancar, maka Jens Raven akan jadi talenta unik di sepak bola nasional, karena ia bisa dipoles menjadi pemain, dan jika sudah pensiun bisa didukung menjadi pelatih di level top.
Jadi, tidak seperti kasus pemain diaspora Indonesia pada umumnya, Jens Raven merupakan satu prospek jangka panjang. Menariknya, diluar urusan kebutuhan teknis di lini depan, kasus Raven seharusnya bisa jadi gambaran visioner buat PSSI, untuk mulai coba menerapkan cara pandang serupa.
Jadi, pembinaan pelatih bisa dimulai, dengan penjaringan minat-bakat sejak pemain masih aktif, dan saat si pemain pensiun, ia sudah siap melatih di level atas. Dengan catatan, sistem dan kualitas pembinaan pelatih yang ada juga serius dibenahi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H