Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mencermati Fenomena "Mendadak Atlet" di Usia 30-an Tahun

27 Mei 2024   23:46 Diperbarui: 29 Mei 2024   02:18 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usia 30-an dan olahraga. Dua hal ini menjadi satu fenomena tren di Indonesia, yang belakangan cukup banyak saya jumpai di linimasa media sosial.

Ada banyak orang di usia ini, yang mendadak sangat intens berolahraga. Entah lari maraton, angkat beban, bahkan naik gunung, semua dilakukan dan terlihat luar biasa.

Memang, berolahraga intens adalah satu kebiasaan yang sangat bagus untuk menjaga kebugaran fisik dan kesegaran pikiran.

Tapi, ketika melihat fenomena "mendadak atlet" di usia 30-an, saya justru melihat ada satu hal yang "terbalik" di sini, khususnya dalam hal intensitas.

Sekilas, olahraga intensitas tinggi adalah satu hal yang bagus untuk dibiasakan, tapi intensitas tinggi seperti halnya atlet belum tentu bisa diikuti semua orang. Apalagi kalau semuanya baru dimulai di usia kepala tiga.

Seorang atlet saja, yang sudah memulai sejak usia anak-anak, begitu masuk usia 30-an cenderung lebih berhati-hati dan berusaha lebih efektif, bukan lagi sebatas aktif secara intens.

Satu lagi, seiring bertambahnya usia dan pengalaman, seorang atlet biasanya berusaha sebisa mungkin menghindari risiko cedera, yang pada titik tertentu dibangun dari trauma cedera.

Di rentang usia 30-an tahun juga, seorang atlet rata-rata sudah mulai melewati puncak performa dan pensiun sebagai atlet.

Jadi, ketika kebiasaan olahraga intensitas tinggi dimulai di saat usia 30-an tahun, ini sebenarnya cukup berisiko.

Pada fase usia ini, orang-orang yang terbiasa berolahraga sekalipun akan lebih berhati-hati dan mengatur skala prioritas.

Dalam arti, mereka tidak akan ngotot berolahraga saat pekerjaan atau hal-hal urgen butuh energi ekstra. Meski menyehatkan, olahraga (apalagi intens) sudah pasti menguras tenaga.

Kalau sudah kecapekan di awal karena terlalu ngotot olahraga, aktivitas berikutnya rawan kacau karena kekurangan energi dan fokus.

Titik rawan lainnya, kelelahan akibat olahraga intens, yang langsung disambung aktivitas intens lainnya, rawan membuat seseorang mengalami kelelahan, sakit atau cedera.

Dilihat dari situasi dan perilaku secara umum, fenomena "mendadak atlet" di usia 30-an tahun memang jadi satu salah kaprah. Olahraga rutin memang bisa membantu tubuh tetap bugar, tapi ini bukan solusi mencegah penuaan atau semacamnya.

Di usia 30-an tahun, sudah bukan masanya lagi untuk olahraga terlalu intens. Apalagi, jika orang tersebut pernah punya masalah cedera serius, atau ada trauma akibat cukup sering cedera ringan atau sedang.

Olahraga ringan, termasuk dari aktivitas sehari-hari, seperti naik-turun tangga atau mengangkat seember air, seharusnya sudah cukup membantu.

Lagipula, olahraga di usia ini pada dasarnya bukan lagi sebatas untuk memperkuat fisik, tapi menjaga tubuh tetap fit dengan membangun satu kebiasaan positif.

Jadi, ini bukan lagi soal "siapa yang tercepat atau terkuat", tapi soal siapa yang paling tekun dan mau memahami batas kemampuan tubuhnya sendiri. Termasuk berdamai dengan trauma cedera di masa lalu, jika ada.

Bukan karena malas berkompetisi, tapi karena ini adalah satu aktivitas untuk kebaikan diri sendiri, bukan untuk dilihat atau dipuji orang.

Kalau tujuannya hanya untuk dilihat dan dipuji, biasanya kebiasaan berolahraga itu akan lebih cepat berhenti, karena sudah mencapai tujuannya.

Inilah yang seharusnya jadi kesadaran bersama, karena olahraga rutin seharusnya bersifat konstruktif. Olahraga rutin bukan alasan untuk merendahkan orang lain yang belum terlihat rutin berolahraga.

Merendahkan atau menggurui orang lain lewat satu aktivitas yang (ironisnya) dilakukan secara salah kaprah, sebenarnya adalah satu cara "terniat" yang bisa dilakukan, untuk mempermalukan diri sendiri.

Memang, ada "pensiunan atlet", tapi tidak pernah ada "pensiunan" tren "mendadak atlet", karena orang biasa yang jadi peserta lomba olahraga betulan pun tetap disebut "atlet".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun