Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

ETH, "Proyek Gagal" Manchester United?

7 Mei 2024   23:33 Diperbarui: 7 Mei 2024   23:34 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proyek gagal. Begitulah gambaran sederhana kiprah Manchester United bersama Erik Ten Hag, setidaknya dari perspektif proyek olahraga klub.

Sekilas, gambaran ini terdengar kasar, karena Ten Hag mampu membawa MU meraih gelar Carabao Cup, dua kali lolos ke final Piala FA, dan finis di posisi tiga besar Liga Inggris musim 2022-2023.

Tapi, jika melihat bagaimana situasi tim secara umum, kiprah pelatih asal Belanda di Old Trafford memang cenderung ambyar. Lebih banyak masalah dan performa inkonsisten yang muncul ketimbang hal positif.

Dalam hal taktik, pelatih berkepala plontos ini terlalu kaku dan keras kepala. Idenya menjadikan United seperti Ajax Amsterdam memang menarik. Beberapa eks pemain Ajax yang pernah dilatihnya juga dibawa ke Manchester, yakni Andre Onana, Antony dan Lisandro Martinez.

Dana ratusan juta pounds juga sudah digelontorkan manajemen klub, untuk memboyong pemain incaran macam Tyrell Malacia, Mason Mount, Casemiro, Sofyan Amrabat, Christian Eriksen, dan Rasmus Hojlund. Sederhananya, apa yang diinginkan sang pelatih sudah dituruti.

Manajemen The Red Devils juga mendukungnya untuk mengontrol penuh ruang ganti. Alhasil, metode latihan keras dan disiplin tinggi bisa diterapkan secara leluasa.

Ditambah lagi, Ten Hag juga berani melepas pemain sekelas Cristiano Ronaldo dan David De Gea. Sebuah keputusan yang mau tak mau membuat Manchunian (setidaknya sebagian) teringat pada sosok Sir Alex Ferguson, yang memang terkenal sangat tegas.

Masalahnya, Manchester United "zaman now" sangat berbeda dengan Ajax Amsterdam (khususnya di era Ten Hag). Ajax punya akademi kelas satu yang rajin mencetak bintang, dan punya kebijakan transfer yang efektif, berkat keberadaan sosok direktur sekaliber Edwin Van Der Sar dan Marc Overmars.

Dengan modal seperti itu, ditambah kondisi finansial yang relatif oke dan kesamaan ide antara sang pelatih dengan filosofi klub, jelas membuat semua terlihat lancar. 3 gelar juara Eredivisie Belanda, sepasang trofi Piala KNVB dan satu penampilan di semifinal Liga Champions menjadi catatan prestasi yang wajar buat tim ibukota Belanda itu semasa dilatih Ten Hag.

Ketika ide serupa coba diterapkan di Manchester United, awalnya mungkin terlihat menjanjikan. Ada ide awal taktik yang cukup bisa diterima, lengkap dengan impresi positif, karena pemain yang datang sesuai keinginan pelatih.

Musim pertamanya pun terbilang oke, karena mampu melangkah jauh di piala domestik dan finis di papan atas Liga Inggris.

Tapi, ketika konsistensi itu diuji di tahun kedua, semua jadi berantakan. Pemain-pemain yang didatangkan eks pelatih FC Utrecht ini rata-rata menurun secara performa, ditambah Tyrell Malacia dan Lisandro Martinez sama-sama cedera cukup lama.

Andre Onana yang diproyeksi sebagai pengganti De Gea malah lebih populer sebagai meme, akibat performanya yang naik-turun. Talenta muda seperti Alejandro Garnacho dan Kobie Mainoo terlihat menjanjikan, tapi belum cukup kuat untuk menggendong tim secara konsisten.

Secara keseluruhan, metode latihan keras Ten Hag, ditambah jadwal padat tim, benar-benar menuai panen cedera. Situasi semakin runyam, ketika situasi di ruang ganti tak lagi kondusif.

Dengan kondisi yang serba semrawut, ide taktik sehebat apapun hanya akan menuai masalah. Apalagi, kalau taktik itu sudah khatam dipelajari lawan, dan tak ada modifikasi sama sekali.

Belanja jor-joran yang sebelumnya dilakukan malah menjadi bukti lain kekacauan. Episode "proyek gagal" klub tampaknya masih akan  berlanjut di era Ten Hag, bahkan saat Sir Jim Ratcliffe sudah turun tangan mengurus klub sebagai "co-owner" klub bersama keluarga Glazer.

Kekalahan 0-4 Andre Onana dkk atas Crystal Palace di Liga Inggris, Selasa (7/5, dinihari WIB) dan fakta bahwa Tim Setan Merah terjebak di posisi 8 klasemen sementara Liga IInggris musim 2023-2024, seharusnya sudah cukup menjelaskan, seberapa ruwet masalah di dalam tim.

Dengan kekacauan seperti ini, ide mencopot Erik Ten Hag dari pos pelatih menjadi satu ide logis. Masalahnya, absensi rival sekota Manchester City di Liga Champions juga bisa berpengaruh pada minat pelatih top untuk datang.

Ditambah lagi, tingginya tekanan kerja sebagai pelatih di Teater Impian benar-benar tidak sehat. Terbukti, pelatih sekaliber Louis Van Gaal dan Jose Mourinho saja dipecat akibat tim mengalami performa jelek, meski sebenarnya kinerja manajemen klub juga terbilang kacau.

Kalaupun pelatih baru nantinya datang ke Stadion Old Trafford, rasanya situasi kacau masih akan berulang. Situasi ini sudah jadi siklus umum MU pasca-Ferguson, dan masih begitu-begitu saja.

Selama internal tim masih kacau, dan terus terjebak dalam siklus berulang "membangun tim", tak ada yang bisa benar-benar diharapkan, selain penurunan demi penurunan yang pelan tapi pasti terus berjalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun