Proyek gagal. Begitulah gambaran sederhana kiprah Manchester United bersama Erik Ten Hag, setidaknya dari perspektif proyek olahraga klub.
Sekilas, gambaran ini terdengar kasar, karena Ten Hag mampu membawa MU meraih gelar Carabao Cup, dua kali lolos ke final Piala FA, dan finis di posisi tiga besar Liga Inggris musim 2022-2023.
Tapi, jika melihat bagaimana situasi tim secara umum, kiprah pelatih asal Belanda di Old Trafford memang cenderung ambyar. Lebih banyak masalah dan performa inkonsisten yang muncul ketimbang hal positif.
Dalam hal taktik, pelatih berkepala plontos ini terlalu kaku dan keras kepala. Idenya menjadikan United seperti Ajax Amsterdam memang menarik. Beberapa eks pemain Ajax yang pernah dilatihnya juga dibawa ke Manchester, yakni Andre Onana, Antony dan Lisandro Martinez.
Dana ratusan juta pounds juga sudah digelontorkan manajemen klub, untuk memboyong pemain incaran macam Tyrell Malacia, Mason Mount, Casemiro, Sofyan Amrabat, Christian Eriksen, dan Rasmus Hojlund. Sederhananya, apa yang diinginkan sang pelatih sudah dituruti.
Manajemen The Red Devils juga mendukungnya untuk mengontrol penuh ruang ganti. Alhasil, metode latihan keras dan disiplin tinggi bisa diterapkan secara leluasa.
Ditambah lagi, Ten Hag juga berani melepas pemain sekelas Cristiano Ronaldo dan David De Gea. Sebuah keputusan yang mau tak mau membuat Manchunian (setidaknya sebagian) teringat pada sosok Sir Alex Ferguson, yang memang terkenal sangat tegas.
Masalahnya, Manchester United "zaman now" sangat berbeda dengan Ajax Amsterdam (khususnya di era Ten Hag). Ajax punya akademi kelas satu yang rajin mencetak bintang, dan punya kebijakan transfer yang efektif, berkat keberadaan sosok direktur sekaliber Edwin Van Der Sar dan Marc Overmars.
Dengan modal seperti itu, ditambah kondisi finansial yang relatif oke dan kesamaan ide antara sang pelatih dengan filosofi klub, jelas membuat semua terlihat lancar. 3 gelar juara Eredivisie Belanda, sepasang trofi Piala KNVB dan satu penampilan di semifinal Liga Champions menjadi catatan prestasi yang wajar buat tim ibukota Belanda itu semasa dilatih Ten Hag.
Ketika ide serupa coba diterapkan di Manchester United, awalnya mungkin terlihat menjanjikan. Ada ide awal taktik yang cukup bisa diterima, lengkap dengan impresi positif, karena pemain yang datang sesuai keinginan pelatih.