Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Antara Timnas Indonesia, Pemain Diaspora, dan Globalisasi

27 Maret 2024   22:25 Diperbarui: 28 Maret 2024   08:08 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerang Ragnar Oratmangoen merayakan gol bagi Timnas Indonesia saat menghadapi Vietnam pada lanjutan laga Grup F Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia di Stadion Nasional My Dinh, Hanoi, pada Selasa (26/3/2024). (Dok PSSI via Kompas.com) 

Tak perlu repot membina seorang pemain selama bertahun-tahun, cukup ambil yang sudah jadi. Begitu juga dengan cabang olahraga lain, yang penting ada darah Indonesia-nya.

Di satu sisi, ini menjadi satu gambaran jelas, tentang kemandekan satu sistem pembinaan pemain yang memang sudah tidak berkembang menjadi lebih baik. Sebenarnya sistem ini masih bisa menghasilkan pemain bagus, tapi level kualitasnya cenderung menurun.

Fenomena kemandekan ini adalah satu hal, yang tampaknya disadari oleh PSSI dan Kemenpora, sehingga potensi diaspora lalu dilirik.

Kebetulan, eksistensi diaspora Indonesia memang cukup berkelanjutan, karena perkawinan pasangan campuran Indonesia-WNA hampir selalu ada di tiap generasi, dan ada rangkaian kisah sejarah panjang yang membangunnya.

Secara hasil akhir, sepanjang itu membawa hasil positif, seperti dua kemenangan beruntun atas Vietnam di Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, bulan Maret 2024, seharusnya tak ada masalah. Apalagi, tingkat kesabaran di sepak bola nasional terbilang tipis dalam hal membangun sistem atau rencana jangka panjang.

Jadi, jika kebijakan mencari pemain diaspora Indonesia masih berlanjut, itu tak jadi masalah. Selama ada standar kualitas baku yang jelas, itu masih jauh lebih baik dari sebuah proses yang jalan di tempat.

Sebagian pihak menganggap keberadaan pemain diaspora menghambat pemain lokal, tapi kalau boleh dilihat dengan perspektif lain, ini adalah satu langkah ekstrem PSSI, diluar orientasi instan yang jadi kebiasaan mereka.

Bukan dalam membangun sistem untuk jangka panjang, tapi membentuk mental pemain lokal jadi lebih tangguh, supaya berani keluar dari zona nyaman. Seperti diketahui, ini sudah lama jadi "penyakit mental" pemain lokal di Indonesia, dan diperparah kebobrokan sistem yang ada.

Dengan merusak sistem bobrok dan penyakit mental yang sudah kronis, ada kesempatan membangun sistem baru untuk jadi lebih baik. Dengan catatan, perspektif ini bisa disadari bersama.

Terlepas dari orientasi instan yang terlibat dari luar, masalah yang sudah kronis sejak dari pikiran memang butuh langkah ekstrem untuk diperbaiki.

Dengan kata lain, keberadaan pemain diaspora, dengan segala pro-kontra dan situasi di sekelilingnya perlu dilihat secara utuh, supaya tidak menghasilkan mentalitas kerdil, dan sudut pandang "katak dalam tempurung".

Bisa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun