Musim 2023-2024 terasa rumit buat Barcelona. Selain karena performa inkonsisten di lapangan hijau, imbas krisis keuangan juga sangat membatasi ruang gerak tim.
Seperti diketahui, tim asuhan Xavi Hernandez masih harus berjibaku mengatur anggaran gaji, supaya tidak melanggar aturan Financial Fair Play UEFA dan regulasi La Liga Spanyol.
Situasi ini sampai membuat mereka harus "mencoret" nama Gavi yang cedera panjang, demi bisa mendaftarkan nama Vitor Roque, penyerang muda Brasil yang dibeli dari klub Atletico Paranaense. Akibat masalah krisis keuangan jugalah, The Catalans terpaksa harus merelakan Lionel Messi pergi pada tahun 2021.
Sebelumnya, The Catalans cukup rajin melakukan penyesuaian gaji, menjual atau meminjamkan pemain dan mengaktifkan tuas ekonomi klub sebagai solusi sementara.
Tapi, berhubung situasi tak kunjung membaik, ditambah pengeluaran yang meningkat karena proyek renovasi Stadion Nou Camp, aroma cuci gudang mulai terlihat.
Frenkie De Jong yang sebelumnya dikejar Manchester United ikut masuk radar Tottenham Hotspur. Ronald Araujo ditaksir Bayern Munich yang ingin memperkuat pertahanan. Gavi dilirik PSG, sementara Lamine Yamal dan Jules Kounde sempat masuk radar transfer klub-klub Liga Inggris.Â
Dengan kondisi keuangan klub yang masih kacau, ditambah rencana pergantian pelatih di musim panas, melepas pemain kunci adalah satu solusi logis. Selain bisa mengurangi beban hutang, klub juga butuh dana transfer cukup besar.
Urgensi soal dana transfer ini menjadi poin penting di musim panas 2024, karena akan menjadi satu kebutuhan buat pelatih baru. Siapa pun pengganti Xavi, ia pasti punya pemain incaran dan ingin membangun tim ideal versinya.
Jadi, modal pemain gratisan saja jelas tak cukup. Kecuali Barca punya direktur olahraga yang jago soal transfer pemain gratisan dan murah, seperti Beppe Marotta di Inter Milan.
Butuh biaya lebih untuk memboyong pemain bintang, atau minimal setengah jadi, seperti halnya mengatur anggaran gaji klub. Ini kriteria cukup rumit, yang tidak disukai pelatih, terutama jika si pelatih itu biasa menuntut dana ekstra demi mendatangkan pemain incaran.
Kemungkinan cuci gudang sendiri jelas bukan situasi ideal buat Los Cules, tapi menjadi solusi masuk akal. Terutama jika tuntunan berprestasi tinggi masih dibebankan kepada pelatih baru.
Masalahnya, Blaugrana, khususnya dalam beberapa tahun terakhir, bukan klub yang cukup efektif dalam belanja pemain. Lebih banyak yang flop daripada yang sukses, karena mereka lebih banyak mengandalkan pemain lulusan akademi La Masia.
Inilah tantangan besar lain yang menunggu, jika skenario cuci gudang terjadi. Semakin efektif, seharusnya situasi bisa lebih baik, tapi jika yang flop malah lebih banyak, situasi bisa lebih ruwet.
Situasi ini memang terlalu suram, untuk ukuran klub peraih lima gelar Liga Champions dan rival bebuyutan Real Madrid di Liga Spanyol. Tapi, inilah buah pahit dari mismanagement parah selama bertahun-tahun, saat mereka masih kaya raya secara finansial.
Boleh dibilang, Barcelona yang kita lihat sekarang, adalah tim yang sedang berjuang memperbaiki kerusakan, dan menjalani masa transisi, dengan menghadapi aneka pilihan atau keputusan berisiko.
Jelas, butuh waktu tak sebentar untuk memperbaiki semua ini, dan masa transisi itu bisa berjalan semakin panjang, jika manajemen Azulgrana masih merasa, ini adalah klub dambaan para pemain top, yang masih sama seperti waktu masih kaya raya dulu.
Akankah cuci gudang benar-benar terjadi di tim raksasa Catalan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H