Menulis sendiri adalah satu proses "menemukan diri" dan terapi psikologi yang pada satu titik mempertemukan si  penulis dengan dirinya sendiri.
Disadari atau tidak, menulis justru menjadi satu proses yang menuntut hati, pikiran dan tangan untuk bisa sinkron sebagai sebuah tim. Otomatis, peran teknologi text to speech malah hanya akan mengganggu, apalagi kalau digunakan secara berlebihan sebagai tumpuan utama.
Kalau "pertemuan" ini tidak efektif, fungsi menulis sebagai sebuah terapi psikologi juga akan tidak efektif. Begitu juga dengan posisi menulis sebagai satu proses kreatif.
Apa boleh buat, harapan untuk membuat proses menulis jadi lebih mudah malah jadi terbalik. Dari yang seharusnya beres dalam sekali pukul, baru beres setelah 2-3 kali perbaikan di sana-sini.
Tentu saja, ini akan menghambat dan mengganggu. Tapi, pengalaman yang datang dari saran teman ini sekaligus jadi satu pelajaran untuk berani bilang tidak, karena yang dari luar kelihatan baik belum tentu membawa dampak yang baik juga.
Selebihnya, terlepas dari awal tahun yang cukup banyak bolongnya, semoga tahun ini bisa (setidaknya sedikit) lebih baik dari tahun lalu, terutama dalam hal tulis-menulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H