Jadi, akan ada ruang untuk pembaruan dan penyegaran tim, dan ini sesuai dengan tipikal Liverpool yang memang bukan tipe klub sangat ambisius.
Pada masa lalu, faktor "kelelahan mental" seperti yang disebutkan Klopp pernah juga dialami Pep Guardiola, ketika memutuskan mundur sebagai pelatih Barcelona musim 2011-2012, setelah bertugas sejak tahun 2008.
Tingginya tekanan untuk berprestasi, ditambah suasana toksik akibat rivalitas El Clasico bahkan membuat Pep "libur" melatih sepanjang musim 2012-2013, sebelum akhirnya menguasai Bundesliga Jerman bersama Bayern Munich, dan memenangkan aneka trofi bersama Manchester City.
Jadi, ketika Klopp memutuskan mundur setelah hampir 9 tahun bertugas dan meraih segalanya, ini adalah satu keputusan yang sangat normal. Malah, lebih baik memutuskan berhenti saat sudah mulai dirasa tak sanggup, daripada dipaksa mundur karena prestasi anjlok tapi tetap memaksakan diri.
Dari segi waktu, rencana mundur eks pelatih Mainz ini sekaligus memberi waktu manajemen klub mencari pengganti. Kebetulan, staf kepelatihan Klopp yakni Pep Lijnders (Belanda), Peter Kraweitz (Jerman), dan Vitor Matos (Portugal) juga berencana akan ikut hengkang di akhir musim 2023-2024.
Soal siapa pengganti Klopp di Liverpool, nama Roberto De Zerbi (Brighton) dan Xabi Alonso (Bayer Leverkusen) menjadi kandidat logis. Keduanya punya corak permainan seperti Klopp, pressing ketat dengan paduan taktik cerdik. Ada juga  Hansi Flick, yang juga berasal dari Jerman.
Tapi, daripada sibuk membahas "hal nanti" yang masih belum pasti, mari kita nikmati raungan "sepak bola heavy metal" dan "gegenpressing" khas Juergen Klopp di Liverpool selagi masih ada waktu. Siapa tahu, ini akan jadi perpisahan dengan "bunga terakhir" yang mekar dengan indah di akhir musim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H