Dalam bursa transfer musim panas 2023, Chelsea menjadi klub yang sangat aktif berbelanja dan mampu mengalahkan klub lain yang mengincar pemain yang sama. Salah satu pemain tersebut adalah Romeo Lavia.
Pada prosesnya, pemain asal Belgia ini sempat diincar Liverpool sejak awal bursa transfer musim panas. Kebetulan, klub Merseyside ini sedang mencari gelandang baru, dan Lavia menjadi target potensial, karena usianya masih 19 tahun dan berstatus "home grown player".
Potensi pemain jebolan akademi Manchester City ini cukup terlihat di musim 2022-2023. Di tengah jebloknya performa Southampton yang terdegradasi, Lavia menjadi nama yang bersinar.
Tapi, tarik ulur harga transfer yang berlarut-larut membuat negosiasi buntu. Situasi ini dimanfaatkan Chelsea untuk menelikung Liverpool, dan langsung mendaratkan Romeo Lavia ke London dengan ongkos transfer 58 juta pounds, dalam waktu hampir bersamaan dengan Moises Caicedo.
Meski tak semahal Caicedo, transfer Lavia dianggap sebagai satu investasi jangka panjang Si Biru, dan satu saga transfer cukup menarik, karena berlangsung cukup lama.
Awalnya, situasi cukup menjanjikan, karena yang datang adalah salah satu pemain muda potensial. Apalagi, sang pemain diikat kontrak sampai 2030.
Tapi, setelah mendarat di London, progres sang gelandang jangkar malah terlihat kacau. Penyebabnya, kondisi kebugaran pemain kelahiran tahun 2004 ini tidak ideal.
Situasi makin runyam, karena pada proses latihan ia mengalami cedera engkel cukup parah. Apa boleh buat, debutnya baru datang pada periode Natal 2023, saat turun sebagai pengganti saat Chelsea menang 2-1 atas Crystal Palace.
Sayang, debut Lavia justru mendatangkan cedera baru di otot kaki. Alhasil, sang pemain harus absen sekitar 2 bulan setelah hanya bermain selama 32 menit.
Tentu saja, ini jadi kerugian buat tim asuhan Mauricio Pochettino, karena pemain yang dibeli mahal setelah melewati saga transfer cukup rumit justru jadi langganan cedera.
Tapi, kalau melihat situasinya, masalah Lavia ini datang dari akumulasi masalah kebugaran yang sejak awal tak ditangani secara tuntas.
Masalah ini awalnya datang dari keengganan sang pemain untuk bermain di kasta kedua Liga Inggris. Akibatnya, ia tak mengikuti program latihan klub.
Otomatis, Soton tak mau ambil risiko, dengan memainkan pemain yang secara fisik tidak cukup fit. Klub juga tak mau rugi karena kehilangan kesempatan menjual mahal pemain yang sudah tak betah.
Dari segi transfer, ini memang menguntungkan, tapi justru merugikan si pemain, khususnya dalam hal kebugaran fisik. Akibatnya, saat transfer terlaksana, pemain tak berada dalam kondisi fisik ideal di klub.
Selain Lavia, sebenarnya masalah kebugaran juga terjadi pada Caicedo, yang tidak ikut program latihan Brighton, jelang proses transfernya ke Chelsea. Hanya saja, pemain asal Ekuador itu lebih banyak bermasalah dengan performa inkonsisten.
Tapi, masalah Lavia menjadi lebih rumit, karena rentetan cedera membuatnya hanya akan punya waktu efektif selama 3 bulan untuk bisa bermain. Itupun jika tidak cedera lagi.
Memang, dengan usianya yang masih 19 tahun, masih ada kesempatan untuk memperbaiki situasi dan berkembang. Tapi, jika masalah ini masih berlarut-larut, sepertinya Lavia akan jadi salah satu transfer blunder The Blues di era terkini, karena harganya yang mahal dan kontraknya yang panjang hanya dibayar dengan rentetan cedera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H