Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bangku Belakang

25 Desember 2023   22:56 Diperbarui: 25 Desember 2023   23:17 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jadilah yang terdepan"

"Semakin di depan"

Begitulah kata-kata yang biasa muncul di masa kiwari. Sebuah masa dimana segalanya terasa begitu kompetitif.

Saking kompetitifnya, bangku depan gereja kadang menjadi spot yang sangat penting, khususnya di hari raya. Sebuah momen ketika satu identitas spiritual tiba-tiba menjadi sangat penting.

Padahal, dia biasa jadi satu hal terlupakan di hari biasa. Sama seperti bangku belakang, apalagi baris paling belakang. Konon katanya, ini adalah spot pilihan terakhir, kalau sudah tak ada tempat kosong sama sekali.

Tapi, bangku belakang menjadi satu spot unik buatku, karena menjadi bagian paling kompatibel buat tubuh renta ini. Tak ada ancaman kaki kesemutan atau kaku dari hawa dingin khas AC, dan tak perlu kuatir disorot jika keluar lebih awal untuk menghindari keramaian.

Di balik sisi terlupakannya, bangku belakang kadang menampilkan satu sisi jujur gereja, dalam posisinya sebagai "rumah". Di sinilah anak-anak kecil bebas berlarian, dan di sini juga sisi inklusif "rumah" itu terlihat, baik di hari biasa maupun hari raya.

Terkadang, ada juga sosok-sosok sepuh yang ikut hadir, mengisi ruang dalam doa, dan terkadang menghibur para bocah yang sedang rewel. Tidak semua bisa merasakan atau melihat mereka, seperti posisi bangku
belakang yang terlupakan.

Tapi, jangan khawatir, tak ada hal negatif di sini, karena ini adalah rumah buat mereka yang terpanggil untuk "pulang", minggir sejenak dari hingar bingar dan keganasan zaman.

Tak perlu healing sampai ke luar angkasa atau jungkir balik dalam berbagai gaya, karena disinilah semua ketenangan itu hadir. Selalu ada rasa nyaman seperti di rumah, yang memastikan rasa bebas jadi diri sendiri.

Tak peduli apa penampilannya, bagaimana kondisinya, penerimaan itu selalu sama dari waktu ke waktu. Sebuah alasan sempurna untuk selalu merasa nyaman dalam susah dan senang.

Di titik paling sulit sekalipun, rasa nyaman ini selalu memberi cukup kekuatan untuk tetap waras. Meski semua melupakan dan meninggalkan, kekuatan ini selalu bisa jadi sandaran terkuat.

Saat semua kesulitan itu bisa dilalui, kekuatan ini selalu jadi alasan untuk pulang dengan membawa serta setumpuk rasa rindu, sebagai bentuk rasa syukur.

Mungkin, ini adalah satu ironi di era media sosial, yang menuntut banyak hal harus bersifat eksistensial. Tapi, seperti bangku belakang di gereja, satu titik terlupakan kadang bisa memberi hadiah tak terduga.

Disaat media sosial dan dunia hanya mau memberi hadiah kepada mereka yang menarik perhatian, masih ada yang mau memberi hadiah kepada mereka yang terlupakan, berkekurangan, atau bahkan dianggap bermasalah.

Dari bangku belakang yang kadang terlupakan itu, aku menemukan rumah untuk pulang, dan secuil pelajaran untuk tetap setia, dan membalas sebuah kesetiaan tanpa syarat, dari satu hal yang kadang dianggap kurang berarti, bahkan dianggap sebagai satu simbol kemalasan.

Mungkin terlihat tidak biasa, tapi sudut pandang ini menjadi satu hal yang sangat relevan buatku, dalam kondisiku yang serba tidak biasa. Bagiku, ini adalah satu persiapan panjang sebelum menjalani babak panjang kesetiaan lain di depan, bukan lagi dalam posisi sendirian secara fisik.

Aku tak tahu kapan itu akan datang, tapi saat kehidupan mengizinkan babak itu datang, seharusnya aku sudah siap dan mampu, karena sudah terbiasa setia saat masih sendirian.

Ternyata, benar kata orang,

"Ketika seseorang sudah bisa setia mencintai diri sendiri, pada saatnya nanti, ia juga akan setia mencintai pasangannya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun