Bicara soal kebijakan transfer pemain Manchester United di era Erik Ten Hag, ada satu transfer yang terlihat paradoksal, yakni transfer Rasmus Hojlund di musim panas 2023.
Disebut demikian, karena pemain asal Denmark itu datang dengan "hype" sebagai "versi lain Erling Haaland". Kebetulan, Haaland dan Hojlund sama-sama berasal dari kawasan Skadinavia, berpostur tinggi besar, cepat, dan punya nama belakang mirip.
Sebenarnya, hype tinggi ini cukup berlebihan, karena statistik performanya di level klub tak sesangar Haaland. Malah, dibanding bomber Norwegia itu, catatan performa Hojlund terlihat biasa saja.
Di saat Haaland mencetak lebih dari 80 gol dalam dua musim bersama Borussia Dortmund, Hojlund hanya mampu mencetak 10 gol dalam musim tunggalnya di Atalanta.
Memang, Dortmund dan Atalanta tidak seimbang dari segi sejarah dan prestasi, tapi keduanya sama-sama punya reputasi bagus dalam hal mengorbitkan pemain muda. Atalanta bahkan mampu lolos ke Liga Champions dan Liga Europa, meski tak punya anggaran belanja besar.
Kalaupun ada yang membuat hype ini masuk akal, itu datang dari catatan performanya bersama Timnas Denmark. Catatan 7 golnya sedikit lebih banyak dari Haaland (6 gol) dan Tim Dinamit lolos ke putaran final Euro 2024, sementara Norwegia tidak lolos kualifikasi.
Di Manchester United, sejauh musim 2023-2024 berjalan, Hojlund memang mampu mencetak 5 gol dari 6 penampilan di Liga Champions, tapi itu tak banyak membantu, karena Si Setan Merah tersingkir sebagai tim juru kunci di fase grup.
Di kompetisi domestik, pemain nomor punggung 11 ini juga masih belum kunjung mencetak gol dari 14 pertandingan (12 pertandingan di Liga Inggris dan 2 pertandingan di Carabao Cup).
Meski usianya masih 20 tahun, catatan performa ini jelas mengkhawatirkan untuk ukuran striker. Darwin Nunez yang kerap tampil melempem saja sudah membuat 7 gol dan 6 assist dari 23 penampilan di periode yang sama bersama Liverpool.
Memang, jebolan akademi FC Copenhagen ini pada awalnya tidak bisa langsung klik, karena mengalami cedera punggung saat baru bergabung ke Manchester United. Progresnya juga sempat terganggu oleh cedera otot di bulan November 2023.
Tapi, dengan harga transfernya yang mahal, level performa seperti ini jelas jadi tanda tanya besar. Alih-alih jadi Erling Haaland, Hojlund bisa saja menjadi Antony jilid II di United dalam hal performa.
Kebetulan, selain sama-sama datang di era Erik Ten Hag, performa Antony terbilang melempem di Old Trafford. Pada musim 2022-2023, pemain asal Brasil itu hanya mampu mencetak total 7 gol dan 2 assist dari 39 penampilan.
Di musim 2023-2024, eks pemain Ajax Amsterdam ini bahkan masih puasa gol meski sudah tampil 17 kali di semua kompetisi.
Performa ini jelas terbilang melempem, karena United membelinya dari Ajax dengan ongkos transfer 85 juta pounds. Untungnya, Hojlund tidak bermasalah dengan kasus di luar lapangan seperti Antony.
Di usianya yang masih 20 tahun, Hojlund memang masih punya ruang berkembang. Tapi, berhubung masalah Manchester United cukup merata di berbagai aspek, tampaknya United berpotensi mengulang blunder transfer, seperti yang terjadi pada Anthony Martial dan Jadon Sancho.
Kebetulan, Martial dan Sancho sama-sama datang Old Trafford sebagai pemain muda berbakat. Martial datang dari AS Monaco tahun 2015 dengan harga 36 juta pounds (plus bonus) sebagai remaja 19 tahun termahal berlabel "The Next Thierry Henry".
Sayang, meski mencatat lebih dari 300 penampilan, performa pemain asal Prancis ini terbilang inkonsisten dan diperparah dengan sejumlah catatan cedera. Akibatnya The Red Devils berencana untuk tidak memperpanjang kontrak sang penyerang yang tuntas akhir musim 2023-2024.
Sementara itu, Sancho yang datang tahun 2021 dari Borussia Dortmund juga punya modal menjanjikan. Performa cemerlang di Bundesliga Jerman membuat klub kesayangan Manchunian rela menggelontorkan dana transfer 73 juta pounds.
Masalahnya, sejak pulang ke Inggris, jebolan akademi Manchester City ini malah akrab dengan performa inkonsisten dan masalah indisipliner. Alhasil, namanya belakangan diasingkan dari tim utama.
Situasi ini bisa saja terjadi pada Hojlund, jika performanya masih tak membaik. Satu-satunya keuntungan hanyalah media Inggris yang terkenal sadis belum memberinya label flop, yang mungkin tinggal urusan waktu.
Di sisi lain, transfer Hojlund dan performa awalnya di Manchester United menjadi satu contoh aktual dari buruknya efek samping sebuah hype, ditambah gilanya standar harga transfer pemain era kekinian, karena bisa membuat seorang pemain bertalenta masih "mentah" berharga sangat mahal layaknya pemain bintang yang sudah jadi.
Inilah yang membuatnya terlihat seperti spekulasi. Kalau hype itu terbukti tepat, harga mahal akan terasa wajar, tapi kalau salah, ini adalah sebentuk investasi bodong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H