Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Santos FC, dari Histori ke Tragedi

9 Desember 2023   23:42 Diperbarui: 10 Desember 2023   03:23 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bicara soal sepak bola Brasil, tentu tak lepas dari nama-nama besar. Entah klub maupun pemain, ada saja kisah menarik.

Apalagi jika cerita itu melibatkan klub yang rajin mencetak nama besar dan punya sejarah prestasi cemerlang, baik, baik di dalam maupun luar negeri.

Satu dari sedikit klub dengan profil ini di Brasil adalah Santos FC. Sampai dengan musim 2023, mereka adalah klub yang tidak pernah terdegradasi dari kasta tertinggi Liga Brasil, bersama Sao Paulo dan Flamengo.

Soal prestasi, klub kota pelabuhan Brasil ini juga terbilang lengkap. Di tingkat internasional, 3 trofi Copa Libertadores (Liga Champions nya Amerika Selatan), 1 trofi Copa CONMEBOL (selevel Liga Europa di Eropa), 1 trofi Recopa Sudamericana (Piala Super Eropa versi Amerika Selatan) dan 2 Trofi Piala Interkontinental (kini Piala Dunia Antarklub) sukses diraih.

Di dalam negeri, 8 trofi Liga Serie A Brasil dan 1 trofi Copa Do Brasil melengkapi sejumlah trofi di tingkat negara bagian dan antarnegara bagian.

Dalam hal mencetak pemain bintang, klub berjuluk Peixe ini bisa dibilang menjadi salah satu klub istimewa. Maklum, dari sinilah muncul nama Pele, legenda sepak bola terbesar Negeri Samba, yang juga menghabiskan sebagian besar karir bermainnya di Vila Belmiro.

(France24.com)
(France24.com)
Bersama O Rey juga, Santos meraih sebagian besar trofi domestik dan internasional mereka, dalam sebuah era yang disebut sebagai Os Santasticos, antara tahun 1956-1974.

Dalam periode ini, Si Hitam Putih meraih 6 trofi Liga Serie A Brasil, 2 trofi Copa Libertadores dan 2 trofi Piala Interkontinental.

Pada era ini juga, klub yang berdiri tahun 1912 kerap melakukan tur keliling dunia. Timnas Indonesia asuhan Endang Witarsa pernah menjadi satu tim yang jadi lawan tanding, dalam sebuah pertandingan persahabatan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, 21 Juni 1972.

Foto bersama Pele, Risdianto dan Iswadi Idris, 21 Juni 1972 (Tribunnews.com)
Foto bersama Pele, Risdianto dan Iswadi Idris, 21 Juni 1972 (Tribunnews.com)
Ketika era Sang Raja selesai, surut pula era kejayaan Alvinegro. Meski bisa bertahan di kasta tertinggi dan berprestasi di tingkat negara bagian, mereka harus menunggu sampai tahun 2002 untuk juara Liga Brasil, setelah terakhir kali meraihnya tahun 1968.

Ketika berjaya di tahun 2002, Santos dimotori dua pemain muda berbakat, yakni Robinho dan Diego Ribas. Duet maut ini lalu membawa klub kembali juara liga di tahun 2004, sebelum akhirnya hengkang ke Eropa.

Robinho, yang pada awal kemunculannya dilabel sebagai Pele Baru, antara lain bermain di Real Madrid, AC Milan dan Manchester City. Sementara itu, Diego bermain di Werder Bremen, Juventus, dan Atletico Madrid.

Uniknya, sama seperti era Santasticos dulu, performa klub lalu kembali inkonsisten. Kadang finis di papan atas, kadang berjuang menghindari jerat degradasi.

Duet Diego Ribas-Robinho dan Ganso-Neymar (ESPN.com.br)
Duet Diego Ribas-Robinho dan Ganso-Neymar (ESPN.com.br)
Kebangkitan klub yang pernah turut mempopulerkan Jogo Bonito ini baru datang pada tahun 2009, ketika Neymar dan Ganso promosi dari akademi.

Sama seperti pada era Robinho dan Diego Ribas, duet Neymar (yang mendapat julukan Pele Baru di awal kemunculannya) dan Ganso menjadi motor permainan Santos, hingga mampu meraih prestasi, kali ini di level domestik dan internasional.

Berkat torehan satu trofi Copa Do Brasil (2010), Copa Libertadores (2011), dan Recopa Sudamericana (2012) ditambah kemunculan pemain muda potensial macam Rafael Cabral dan Danilo, Santos memasuki era "Santasticos" jilid II.

Tapi, sama seperti sebelumnya, ketika komposisi pemain kunci tak lagi utuh, performa Santos kembali menurun dan kembali menjadi klub inkonsisten.

Dimulai dari hengkangnya Ganso (ke Sao Paulo) dan Danilo (ke FC Porto) tahun 2012, era Santasticos Jilid II praktis selesai saat Neymar pindah ke Barcelona dan Rafael Cabral pindah ke Napoli tahun 2013.

Dari keempat pemain bintang ini, Santos sebenarnya mendapatkan banyak uang. Mereka bahkan berani membeli Leandro Damio (top skor Olimpiade 2012) tahun 2014, untuk diduetkan dengan Gabriel Barbosa, penyerang muda potensial jebolan akademi klub.

Sekilas, duet ini terlihat menjanjikan, tapi performa inkonsisten klub dan salah urus manajemen malah membuat klub terjerat krisis keuangan. Meski mendapat suntikan dana 29,5 juta euro (hasil penjualan Gabriel Barbosa ke Inter Milan, 2016), krisis keuangan klub tetap tak beres.

Dalam periode turbulensi ini, Si Ikan sebenarnya masih mengorbitkan talenta macam Rodrygo Goes (kini di Real Madrid), Kaio Jorge (Juventus) dan Angelo Gabriel (Chelsea). Mereka bahkan lolos ke final Copa Libertadores 2020 di Stadion Maracana.

Rodrygo Goes (Goal.com)
Rodrygo Goes (Goal.com)
Sayang, krisis keuangan kronis membuat performa klub tak bisa bangkit lagi. Puncaknya, klub akhirnya terdegradasi dari kasta tertinggi Liga Brasil di musim 2023, untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Dengan demikian, hanya tinggal Flamengo dan Sao Paulo saja yang masuk belum pernah terdegradasi di Liga Brasil.

Dengan sejarah panjang dan cemerlang, terdegradasinya Santos jelas merupakan sebuah tragedi. Apalagi, ini adalah klub yang menghasilkan talenta sehebat Pele (pemenang 3 Piala Dunia) dan Neymar (pemain termahal dunia era kekinian).

(Skysports.com)
(Skysports.com)
Tapi, di sinilah peran penting manajemen klub menjadi penentu. Kalau mereka cukup kompeten, seharusnya lolos dari degradasi, bahkan berprestasi itu bukan perkara sulit,

Sekalipun ditinggal pergi pemain bintang, masih ada pengganti sepadan, entah dari akademi atau belanja pemain. Jadi, tak perlu menunggu sampai puluhan tahun untuk berprestasi.

Di sisi lain, kisah naik-turun Santos FC juga menunjukkan, sehebat apapun reputasi akademi sebuah klub, ternyata itu tidak sepenuhnya bisa diandalkan, karena satu generasi pemain dengan talenta spesial kadang hanya muncul tiap belasan bahkan puluhan tahun sekali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun