Sisi kontraproduktif lain, yang muncul dari sikap "terlalu rewel" soal aspek bahasa ini (dengan segala ba-bi-bu nya) adalah munculnya "budaya pembiaran" pada praktek manipulasi jumlah klik, baik yang masih berupa dugaan atau yang sudah terbukti, bahkan secara kasat mata.
Kebetulan, fenomena "ganjil" ini secara tak sengaja saya temukan, pada momen pengumuman K-Rewards bulan Oktober 2023 silam.
Awalnya, saya hanya mengobrol dengan seorang Kompasianer, sambil mengamati postingan dan suara di kolom komentar dari beberapa Kompasianer. Dalam prosesnya, saya lalu merefleksikan dan menuangkan "keganjilan" ini dalam tulisan berjudul "K-Rewards dalam Sebuah Refleksi".
Di tulisan ini, saya tak lupa mengingatkan admin Kompasiana, untuk lebih waspada pada perilaku "ganjil" sejenis, karena jika dibiarkan bisa merusak dalam jangka panjang.
Di era platform media digital seperti sekarang, perilaku "ganjil" ini turut berkontribusi pada banyaknya platform "news aggregator" dan sejenisnya, yang sudah lebih dulu gulung tikar.
Di sini, penurunan kualitas konten "populer", dan "permainan" jumlah klik oleh oknum tertentu menjadi gejala awal, yang bisa berbahaya kalau tidak langsung dicermati dan diambil tindakan.
Satu pembiaran yang menciptakan normalisasi pada satu keganjilan, bisa menjadi awal kehadiran satu budaya "ganjil" yang pada gilirannya akan seperti gerombolan lintah yang dibiarkan menghisap darah korbannya secara beramai-ramai.
Syukurlah, pada kasus ini, admin Kompasiana bisa bertindak cepat, rapi dan tegas. Saking cepat dan rapinya, pro-kontra malah baru hadir, setelah masalah secara teknis sudah tuntas ditangani.
Pendekatan "sat-set" ini menjadi satu hal yang seharusnya bisa terus dibudayakan, supaya jika ada lagi masalah serupa, nantinya bisa ditindak tuntas, tanpa menimbulkan kegaduhan atau kerusakan tak perlu.
Jadi, tidak ada lagi kesempatan buat oknum yang sudah tertangkap basah kuyup, untuk melakukan cara-cara toksik, seperti "playing victim" atau sejenisnya untuk membela diri.
Begitu juga dengan pihak-pihak oportunis yang lihai membonceng situasi. Tak ada lagi kesempatan untuk mencari panggung, karena semua sudah lebih dulu beres.