Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Timnas U-17, Kisah Normal Tim Serba Dadakan

19 November 2023   06:19 Diperbarui: 20 November 2023   00:03 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fase grup Piala Dunia U17 telah tutup buku Sabtu (18/11) dengan Timnas Indonesia U-17 menjadi satu dari 8 tim yang tersingkir. Meski hanya sekali kalah dalam 3 pertandingan, dan finis di posisi 3 fase grup, torehan poin mereka tidak termasuk dalam daftar 4 tim peringkat ketiga terbaik.

Dengan status sebagai tim tuan rumah, yang selalu didukung banyak suporter, kegagalan ini tentu mengecewakan. Apalagi, kepastiannya baru didapat di hari terakhir babak fase grup.

Tapi, kalau mau melihat situasi secara lebih objektif, sebenarnya ini adalah satu hal normal. Maklum, tim asuhan Bima Sakti sebenarnya memang tidak sepenuhnya siap bertanding di level ini.

Dari masa persiapan saja, Garuda Muda sudah terlihat meragukan. Akibat mendadak ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 oleh FIFA (menggantikan Peru), semua program persiapan tim terkesan serba mendadak.

Ada seleksi pemain di beberapa kota, yang lebih mirip seperti audisi lomba. Ada juga program pelatnas lima minggu di Jerman, yang jelas tidak efektif.

Akibatnya, saat turun ke lapangan pertandingan, para pemain terlihat kurang padu. Meski bisa berkembang di dua pertandingan awal, levelnya jelas tak sebanding dengan tim-tim yang lolos lewat jalur kualifikasi nan panjang. 

Di sisi lain, ketiadaan kompetisi usia muda juga membuat pilihan pemain relatif terbatas. Terbukti, 6 dari 21 pemain Timnas U-17 berasal dari tim tingkat sekolah, sekolah olahraga atau sekolah sepak bola.

Sebagian besar materi pemain tim (13 pemain) memang berasal dari klub Liga 1 dan alumni Timnas U-16. Masalahnya, mereka sempat vakum setahun di level timnas, karena gagal lolos kualifikasi Piala Asia U-17 edisi 2022, yang juga merupakan kualifikasi Piala Dunia U-17.

Masalah ini sebenarnya sudah coba diakali PSSI, dengan mendatangkan dua pemain diaspora Indonesia yang main di luar negeri, yakni Welber Jardim (akademi Sao Paulo, Brasil) dan Amar Brkic (akademi Hoffenheim, Jerman).

Tapi, strategi ini tetap tak efektif, karena dari keduanya, hanya Welber Jardim yang fit dan bisa bermain penuh. Amar Brkic sendiri bahkan sempat absen di pertandingan pertama lawan Ekuador akibat sakit diare, dan hanya bermain sebagai pemain pengganti di dua laga lainnya.

Untuk ukuran turnamen FIFA, kelemahan ini terbilang mendasar, sehingga rawan diekspos lawan. Akibatnya, ketika bertemu lawan yang sudah mempelajari betul kelemahan tim, Arkhan Kaka dkk tak bisa berbuat banyak.

Terbukti, setelah meraih 2 hasil imbang 1-1 versus Ekuador dan Panama, Timnas U-17 takluk 1-3 dari Maroko, yang mampu bermain dominan, dan memanfaatkan celah terbuka di lini belakang.

Kekalahan atas wakil Afrika ini seketika membungkam hype tinggi media dan sebagian warganet Indonesia, yang sebelumnya begitu memuja-muji Timnas U-17.

Di satu sisi, hype tinggi yang ada memang bisa membangun optimisme. Tapi, kalau berlebihan kurang baik juga.

Andai Timnas U-17 lolos ke fase gugur, pasti pujian akan lebih banyak datang, tapi itu bisa membuat PSSI dan pihak-pihak terkait lupa diri. Alhasil, masalah mendasar yang seharusnya perlu diperbaiki akan terlewat begitu saja.

Seperti diketahui, sepak bola nasional masih belum punya sistem pembinaan pemain muda yang baku, dan mampu menghasilkan pemain berkualitas secara rutin.

Belakangan, upaya membangun sistem pembinaan pemain muda di Indonesia malah cenderung macet, karena PSSI menemukan satu solusi instan, yakni menelusuri pemain diaspora Indonesia di dalam maupun luar negeri, dengan kriteria rentang umur yang makin kesini makin muda, bahkan menjangkau Timnas Indonesia di kelompok umur.

Jika upaya ini tak diimbangi dengan membangun sistem pembinaan pemain muda di dalam negeri, lama kelamaan Timnas Indonesia bisa kesulitan mendapat talenta bagus dari dalam negeri.

Karena itulah, kegagalan Timnas U-17 di Piala Dunia U-17 seharusnya bisa jadi satu momen ideal untuk memulai ulang semuanya. Tidak perlu ada lagi narasi-narasi bernada menghibur diri, supaya ada kesadaran kolektif.

Terlepas dari situasi serba mendadak yang menaunginya, kita sudah diajak melihat bersama, Indonesia sudah bisa menjadi tuan rumah turnamen FIFA, tapi belum cukup kompetitif sebagai tim peserta, kecuali ada perbaikan serius dalam waktu dekat.

Selebihnya, tinggal apakah PSSI dan pihak-pihak terkait bisa menyadari atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun