Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Musim Semi Cocoklogi

17 November 2023   12:42 Diperbarui: 17 November 2023   12:43 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Indonesia, metode propaganda semacam ini biasa kita temui, setiap kali ada Pemilu. Di sini, frasa "kata-kata lebih tajam daripada pena" terbukti valid.

Dengan tingkat pemahaman literasi masyarakat yang belum merata, ditambah sisi reaktif yang masih cukup kuat, strategi pragmatis ala Machiavellian ini terbukti masih ampuh dalam memengaruhi opini publik.

Memang, hasilnya tidak selalu sukses, tapi nasib sang propaganda (termasuk teori cocoklogi) relatif aman. Dia datang tak diundang, pergi tanpa pamitan. Seperti makhluk astral saja.

Di Indonesia, propaganda "gagal" yang terbilang bernasib mujur adalah #2019GantiPresiden, dengan segala cocokloginya. Meski tak sukses, kegagalan tagar satu ini justru menjadi lelucon politik, yang bisa jadi pembelajaran mahal setiap kali ada Pemilu di Indonesia.

Betapa tidak, ada begitu banyak kegaduhan dan perpecahan hadir, bahkan (yang paling ekstrem) sampai ada yang "mendikte" Tuhan lewat bungkus permohonan doa, demi kemenangan sang jagoan.

Memang boleh sampai segitunya? Memang boleh?

Padahal, yang permanen dalam politik hanya kepentingan. Fenomena ini sudah terjadi di dua Pemilu terakhir, dan jika terjadi lagi untuk ketiga kalinya, ini akan lebih buruk dari pepatah "keledai jatuh dua kali di lubang yang sama".

Apakah semua "pendukung garis keras" akan mendapat hadiah spesial? Nyatanya, banyak dari mereka yang sudah merasa puas, hanya dengan foto bersama sang tokoh.

Saking kuatnya budaya sifat pemaaf dan pelupa di negeri ini, semua rasa sakit dan penderitaan kadang bisa langsung lunas, hanya dengan mengalami satu-dua momen sederhana.

Karena itulah, kaum oportunis biasa memanfaatkan karakter "malaikat" ini, untuk menebar janji manis berkali-kali. Kalau tak segera disadari, Pemilu hanya akan jadi ajang pembodohan publik rutin, yang dalam jangka panjang merusak karakter bangsa.

Makanya, ketika ada pihak yang bisa mengakali celah aturan dalam Pilpres, sebenarnya itu bukan sebuah kejutan, karena merupakan produk strategi pragmatis, yang dibangun dalam suasana politik tidak sehat dalam dua Pemilu terakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun