Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Budi Pekerti, dari Nostalgia ke Refleksi

15 November 2023   15:47 Diperbarui: 15 November 2023   15:55 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Situasi ekstrem yang hadir di media sosial sendiri makin sempurna, karena opini dan asumsi publik bebas bergulir semaunya. Tak ada yang bisa mengendalikan, apalagi kalau sudah jadi bola liar atau bola panas.

Dalam film Budi Pekerti, gambaran ekstrem ini terlihat, pada nasib tokoh-tokoh yang terdampak efek kata "viral" dari media sosial.

Ada penjual putu yang mendadak laris karena viral, tapi akhirnya kewalahan, akibat harus melayani begitu banyak pesanan tiap hari, di usia yang sudah lanjut.

Ada Muklas (Angga Yunanda), putra Bu Prani yang panen pemasukan sebagai influencer, sebelum dipaksa rungkad, imbas viralnya video singkat kemarahan sang ibu di media sosial.

Ada juga Tita (Prilly Latuconsina) yang coba menghidupi "passion" sebagai seniman cum aktivis indie, tapi terpaksa harus kalah oleh keadaan.

Dari semua tokoh kunci yang terlibat, praktis hanya Pak Didit (Dwi Sasono) yang tak terimbas kata viral, tapi dia bergulat dengan masalah kesehatan mental, akibat "gagal maning, gagal maning" dalam berbisnis.

Bu Prani sendiri menjadi gambaran  ekstrem paling keras. Hanya karena terekam berkata "Ah suwi" (bahasa Jawa: ah, lama) yang viral dan diinterpretasikan warganet secara asal-asalan menjadi "Asui" (umpatan dalam bahasa Jawa) semua jadi kacau.

Hanya karena video berdurasi 20 detik yang mengalami misinterpretasi, reputasi sebagai guru selama bertahun-tahun langsung hancur berantakan gara-gara kena efek "cancel culture" khas media sosial.

Lebih jauh, metode hukuman Bu Prani (yang disebutnya sebagai refleksi) ikut dikuliti habis-habisan, sampai akhirnya mengalami (lagi) misinterpretasi, akibat dipahami secara asal-asalan.

Pemicunya simpel, karena datang dari testimoni Gora (Omara Esteghlal) yang sempat dihukum menjadi tukang gali kubur, saking nakalnya semasa sekolah dulu.

Sayang, hal yang justru banyak disorot netizen adalah asumsi soal Gora menjadi pasien konseling Bu Tunggul (Nungki Kusumastuti) karena diduga trauma akibat hukuman Bu Prani. Padahal, tidak ada trauma di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun