Meski sudah lama lulus dan jarang mampir, hubungan baik antarteman dan para guru tetap terjalin baik. Salah satunya berkat keberadaan media sosial sebagai ruang interaksi.
Ketika akhirnya bisa masuk lagi ke dalam area SMP, lewat rangkaian adegan dalam film Budi Pekerti, memori yang sudah tersimpan selama kurang lebih 15 tahun itu langsung berputar seperti sebuah rekaman video.
Ruangan aula, halaman tengah, kantor guru, koridor kelas di lantai bawah, perpustakaan, sampai kolam ikan di area toilet lantai satu (yang jadi tempat Gora berendam mencari "inspirasi" di film Budi Pekerti), bahkan gaya mengucapkan salam (dari murid ke Guru) semuanya masih relatif mirip seperti dulu.
Nuansa nostalgia itu semakin lengkap, karena Pak Estu dan Bu Wiwit ternyata juga ikut bermain di film Budi Pekerti. Bedanya, Bu Wiwit kali ini berperan sebagai guru mata pelajaran biologi, sementara Pak Estu berperan sebagai guru mata pelajaran sejarah.
Familiaritas yang ada di dalamnya juga semakin sempurna, karena Wregas Bhanuteja, sang sutradara, juga adalah alumni SMP Stella Duce 1 Yogyakarta (lulus tahun 2007) yang sudah pasti mampu memaksimalkan latar tempat secara natural.
Dengan berbagai situasi unik yang melatarbelakanginya, nonton film Budi Pekerti menjadi satu momen unik buat saya, karena berawal dari ajakan Guru semasa sekolah, yang ternyata ikut bermain di film tersebut.
Diluar urusan nostalgia, film yang masuk dalam 17 kategori nominasi di Festival Film Indonesia 2023 ini juga menjadi satu medium refleksi menarik.
Memang, film berdurasi 110 menit ini banyak menggunakan situasi kehidupan sehari-hari Bu Prani (Sha Ine Febriyanti) sebagai seorang guru BK.
Tapi, ketika sudut pandang tokoh-tokoh lain ikut dilibatkan, lengkap dengan ragam fenomena kekinian yang ada, Budi Pekerti menjadi sebuah pengingat, betapa ekstrem dinamika masyarakat era media sosial, khususnya di Indonesia.
Media sosial sendiri pada dasarnya adalah sebuah pedang bermata dua. Dengan kata "viral" dan kekuatan netizen sebagai kunci, untung besar, dan rungkad bisa datang dalam sekejap.
Celakanya, itu bisa menjangkau berbagai bidang, bukan hanya pendidikan. Baik pujian maupun hujatan bisa datang sewaktu-waktu, dengan sama-sama memberi efek tak kenal ampun.