Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bali, dari Mimpi Jadi Nyata

13 Oktober 2023   14:36 Diperbarui: 14 Oktober 2023   01:29 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengabadikan momen "dejavu" di Pantai Discovery, Kuta, Bali, Desember 2012 (Dokpri)

Bicara soal wisata ke Bali, mungkin "jam terbang" saya bisa dianggap remeh, karena  sejauh ini hanya pernah sekali ke sana, tepatnya pada bulan Desember tahun 2012.

Tapi, pengalaman tunggal itu menjadi sesuatu yang sangat unik, karena dibangun dari mimpi ke mimpi, yang jadi kenyataan. Prosesnya pun cukup panjang.

Sebelum akhirnya benar-benar terwujud, ada satu momen yang jadi "pendahuluan". Momen ini terjadi tepat 5 tahun sebelumnya, saat saya masih kelas 3 SMP, juga di bulan Desember.

Saya ingat, sekolah saya waktu itu berencana mengadakan "study tour" ke Bali. Saya pun antusias ingin ikut, karena sebelumnya belum pernah ke Bali.

Masalahnya, meski orang tua mengizinkan, saya mulai mendapat gelagat buruk, ketika kakek saya keberatan. Pertimbangannya, perjalanan darat dan laut dari Yogyakarta ke Bali akan terlalu melelahkan buat saya, yang secara fisik sudah punya kekurangan berupa kelainan syaraf motorik bawaan.

Gelagat buruk ini makin kuat, ketika salah satu guru yang juga Wakil Kepala Sekolah menyarankan, jika saya tetap mau ikut, sebaiknya membawa kursi roda, untuk antisipasi.

Saran ini sebenarnya sangat bisa dimengerti, tapi jika melihat situasi saat itu, ini adalah sebentuk larangan secara halus. Penyebabnya, saya tidak punya kursi roda.

Dalam perasaan yang serba bingung, saya lalu menanyakan lewat doa: sebaiknya saya ikut atau tidak. Tak disangka, segera setelah berdoa, saya bermimpi aneh.

Dalam mimpi itu, saya ikut rombongan sekolah naik bus dan tertidur pulas di perjalanan. Tapi, ketika saya bangun, saya terbangun di tempat pembuangan sampah sendirian.

Setelah saya bangun, saya lalu berjalan ke pinggir jalan aspal di dekat situ, dengan harapan bisa mendapat tumpangan. Apapun wujudnya.

Tak lama, datang sebuah mobil bus ukuran sedang berwarna putih, dengan nomor kode jalur 5, yang ditulis dengan warna merah. Secara refleks, saya langsung mencegat mobil itu, karena nomor kode jalurnya sama dengan yang biasa saya naiki sepulang sekolah.

Syukurlah, pilihan itu tepat, bus itu berjalan dan menurunkan saya tak jauh dari rumah. Tak lama, saya terbangun dan akhirnya memantapkan hati untuk tidak ikut ke Bali. Pahit, tapi tak ada pilihan lain.

Sebagai gantinya, saya pergi berlibur ke Wonosobo (Jawa Tengah) bersama kakek selama 2-3 hari, sekalian pulang kampung.

Sebenarnya, ada sedikit rasa kecewa, karena saya belum tahu, kapan lagi kesempatan seperti ini datang. Tapi, saat iseng bertukar pesan dengan teman yang berangkat ke Bali, saya dibuat kaget.

Dalam pesannya, teman saya ini bercerita, perjalanan sangat melelahkan, ditambah lagi, ada siswa yang diam-diam membeli minuman, dan sempat mabuk akibat  minum terlalu banyak, sehingga membuat para guru kewalahan.

Cerita ini membuat saya sangat kaget, karena mimpi aneh yang sempat saya alami seperti menemukan jawabannya. Kalau waktu itu tetap memaksa ikut, mungkin kehadiran saya hanya akan membuat situasi makin repot.

Tapi, insiden ini ternyata baru menjelaskan sebagian dari keseluruhan pesan mimpi aneh itu. Bagian lain dari pesan mimpi itu baru mulai datang empat tahun kemudian, tepatnya saat saya sedang liburan di Wonosobo, jelang tahun baru 2012, tak lama setelah periode semester pertama kuliah selesai.

Saya ingat, malam itu saya bermimpi ada di sebuah pantai, entah dimana. Cuacanya begitu cerah, birunya air laut dan langit seperti menyatu. Cantik sekali.

Mimpi ini sempat saya anggap angin lalu, sampai suatu saat Pakde saya yang tinggal di daerah Tangerang berlibur ke Yogyakarta, di seputar bulan Agustus-September 2012.

Tanpa diduga, saya ditawarinya berangkat liburan ke Jakarta dan Bali, tapi harus berani naik pesawat sendiri, saat berangkat dari Yogyakarta ke Jakarta.

Saya menyanggupi, dan berangkat setelah masa ujian semester selesai, bulan Desember 2012. Inilah pengalaman pertama saya bepergian sendiri ke luar kota.

Ketika tiba di Jakarta dan terbang lagi ke Bali di hari-hari berikutnya, akhirnya saya menemukan jawaban utuh dari mimpi lima tahun sebelumnya: giliran saya ke Bali bukan saat itu, tapi lima tahun lagi, dengan "kompensasi" istimewa.

Saya berani menyebut demikian, karena selain "ditraktir" kerabat sendiri, saya berangkat-pulang naik pesawat, dapat pengalaman baru, dan menginap di sebuah Villa di daerah Kerobokan, Kuta Utara.

Bukan cuma itu, selama di bandara, saya otomatis "ditaruh" di kursi roda. Jadi, saya tidak kerepotan saat ada antrean padat. Benar-benar sebuah "kompensasi sempurna" dari keputusan pahit semasa SMP dulu.

Bonus lainnya, waktu penerbangan dari Jakarta ke Denpasar, ternyata rombongan kami satu pesawat dengan Agnes Monica. Momen ini baru saya sadari, setibanya di Bandara I Gusti Ngurah Rai, saat sedang antri menunggu koper.

Saya ingat betul, pramugari yang mendorong kursi roda saya langsung memanggil nama sang artis dan mereka sempat foto bersama.

Waktu itu, saya sama sekali tidak terpikir untuk foto bersama, karena ponsel saya tidak cukup bagus untuk foto, dan koper saya masih belum datang.

Selama di Bali, ada beberapa tempat yang saya ingat pernah dikunjungi, yakni Jimbaran, Danau Bratan di Bedugul, Potato Head di Pantai Petitenget (pengalaman pertama dan satu-satunya ke beach club, meski hanya minum koktail), dan Discovery Mall di Kuta (dengan view pantai di bagian belakang).

Di tempat yang saya sebut terakhir inilah, saya menemukan "dejavu" dari mimpi yang saya lihat sebelumnya: sebuah pantai dengan warna biru air laut dan warna biru langit yang seperti menyatu di cuaca cerah.

Saya sendiri merasa beruntung, karena momen "dejavu" ini sempat diabadikan dalam foto di atas. Sebuah "happy ending" istimewa dari satu keputusan pahit di masa lalu.

Ketika esok harinya pulang ke Yogyakarta, saya bersyukur karena akhirnya boleh ke Bali. Tapi, pada saat bersamaan, saya juga diajak menyadari, giliran kita mungkin lebih lambat dari orang lain, tapi ia selalu datang di saat kita sudah "siap" dalam porsi yang sesuai buat kita.

Memang, untuk saat ini saya tidak tahu kapan bisa datang ke Bali lagi, tapi, saat kesempatan itu datang, semoga prosesnya tak serumit dulu. Kenanganku di Bali memang cuma satu, tapi sangat berkesan. Semoga, itu bukan yang terakhir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun