Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Modernitas Usang Timnas Jerman

11 September 2023   17:26 Diperbarui: 12 September 2023   08:15 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hansi Flick. (AFP/Federico Gambarini via Kompas.com)

Dalam sedekade terakhir, para pecinta sepak bola sudah menikmati berseminya tren taktik "counter pressing" dengan tempo tinggi dan transisi cepat sebagai kunci. Salah satu tim yang menjadi "trend setter" adalah Timnas Jerman.

Sejak Piala Dunia 2006 hingga puncaknya meraih trofi Piala Dunia 2014, Tim Panser konsisten menghadirkan gaya main modern berkecepatan tinggi, dengan mengandalkan pemain muda, yang kadang dipadukan dengan pemain senior.

Modernitas, ditambah standar tinggi yang ditampilkan membuat mereka biasa jadi unggulan di setiap turnamen yang diikuti. Punya sistem pembinaan pemain muda berkualitas, liga kelas top Eropa dan sistem pembinaan pelatih kelas satu menjadi modal paling kelihatan.

Terbukti, PSSI saja tak ragu menggandeng Jerman sebagai mitra kerja sama. Kehadiran Frank Wormuth sebagai Direktur Teknik Timnas Indonesia sudah sedikit menjelaskan, seberapa jauh perkembangan sepak bola di Jerman.

Meski begitu, modernitas yang dihadirkan Jerman belakangan mulai terlihat usang. Kekuatan dan intensitas tinggi memang masih ada, dalam bungkus permainan cantik.

Masalahnya, ini bukan lagi tim yang punya kreativitas dan daya serang mematikan. Mereka kerap menyerang sampai lupa diri, dan baru sadar setelah kebobolan.

Tak ada lagi kontrol yang membuat tim terlihat menakutkan, karena permainan cantik yang ditampilkan sudah banyak diekspos lawan. Tinggal pukul dengan serangan balik mematikan, selesai sudah.

Hansi Flick, diberhentikan sebagai pelatih Timnas Jerman akibat performa buruk tim (Goal.com)
Hansi Flick, diberhentikan sebagai pelatih Timnas Jerman akibat performa buruk tim (Goal.com)

Kelemahan yang ada semakin parah, karena tim belakangan cukup banyak direcoki urusan di luar lapangan. Mulai dari kontroversi yang membuat Mesut Ozil memutuskan pensiun dari Timnas sampai gaduh soal perkara ban kapten warna pelangi di Qatar.

Ditambah lagi, setelah kiprah generasi pemenang Piala Dunia 2014 tuntas, belum ada lagi penerus berkualitas sepadan.

Hasilnya, Die Mannschaft belakangan tampil jeblok di turnamen mayor, dengan dua kali tersingkir di fase grup Piala Dunia (2018 dan 2022), tersingkir di perdelapan final Piala Eropa 2020. Sebuah capaian yang jelas mengingkari label tim spesialis turnamen yang selama ini melekat di tim tuan rumah Euro 2024.

Rapor merah itu makin kebakaran hebat, karena Leroy Sane dkk hanya mencatat satu kemenangan dan satu hasil imbang di enam pertandingan setelah Piala Dunia 2022, dengan catatan tanpa kemenangan di lima laga terakhir, termasuk kekalahan 1-4 saat menjamu Jepang di VW Arena, Minggu  (10/9, dinihari WIB) lalu.

Meski selalu mampu mendominasi penguasaan bola hilangnya efektivitas dan rapuhnya pertahanan terbukti telah menjadi sasaran empuk lawan. Di sini, pelatih Hansi Flick memang cukup banyak bereksperimen mencari kerangka terbaik tim.

Dengan status Jerman sebagai tuan rumah Euro 2024, mereka sudah lolos otomatis dan tak perlu ikut kualifikasi. Otomatis, laga uji coba internasional jadi satu-satunya tolok ukur persiapan menjelang turnamen, dan progres persiapan yang ada ternyata malah lebih jeblok dari performa tim di Qatar.

Maka, bukan kejutan kalau performa tim banyak dikecam. DFB (PSSI-nya Jerman) lalu bergerak mencopot Hansi Flick dari posisi pelatih, segera setelah kekalahan telak dari Jepang.

Untuk sementara, posisi eks pelatih Bayern Munich itu diisi sementara oleh Rudi Voller (eks pemain dan pelatih Timnas Jerman).

Untuk sosok pengganti definitif, nama Juergen Klopp masuk daftar pertimbangan, karena cukup sukses bersama Liverpool dan mampu memodifikasi taktik gegenpressing andalannya, yang kebetulan sesuai dengan kebutuhan Timnas Jerman saat ini.

Masalahnya, Klopp masih terikat kontrak sampai 2026 di Anfield, sehingga kemungkinan menjadi pelatih tim nasional cukup sulit terwujud, kecuali eks pelatih Borussia Dortmund itu hengkang dalam waktu dekat atau diperbolehkan rangkap tugas, setidaknya sampai Euro 2024 selesai.

Dengan reputasi sebagai salah satu tim nasional kelas dunia, tren jeblok Jerman belakangan ini cukup mirip dengan apa yang pernah terjadi di Timnas Italia, yang menurun drastis setelah juara Piala Dunia 2006.

Jika tak mau semakin tenggelam di masa depan, pembaruan menyeluruh memang dibutuhkan. Sama seperti yang pernah dilakukan setelah gagal lolos fase grup Euro 2004, dan berbuah manis sedekade kemudian.

Menariknya, apa yang dialami Timnas Jerman ini juga menunjukkan, seperti halnya aplikasi ponsel, sepak bola modern ternyata juga menuntut adanya satu pembaruan rutin, supaya sebuah tim nasional bisa tetap kompetitif.

Di sini, punya sistem pembinaan pemain muda dan pelatih lokal, plus kompetisi liga berkualitas memang jadi modal penting, tapi bukan berarti boleh berpuas diri, karena tren kekinian yang semakin dinamis selalu menuntut pembaruan rutin secara cepat.

Jangankan berpuas diri, tertinggal sedikit saja bisa membawa kemunduran fatal, akibat masih menggunakan sistem usang, dan ini sudah terjadi Italia dan Jerman, dua tim yang bahkan juara dunia empat kali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun