Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Gaduh Stadion JIS dan Kekhawatiran Tentangnya

12 Juli 2023   13:08 Diperbarui: 12 Juli 2023   13:09 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa pekan terakhir gaduh soal Jakarta International Stadium, yang dinilai "belum sesuai standar FIFA", menjadi satu topik bahasan yang kembali bergulir.

Maklum, stadion berkapasitas lebih dari 80 ribu penonton itu diusulkan menjadi salah satu venue Piala Dunia U-17. Seperti diketahui, Indonesia terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 2023 menggantikan posisi Peru. 

Belakangan, JIS menjadi satu opsi alternatif lokasi venue Piala Dunia U-17, setelah Stadion Utama Gelora Bung Karno digunakan untuk lokasi konser Coldplay pada waktu hampir bersamaan

Sekilas, tak ada yang salah di sini. Ini stadion megah di Jakarta dan masih baru.

Masalahnya, meski megah dan terbilang masih baru, Stadion JIS ternyata masih belum sesuai standar FIFA, khususnya dalam hal kualitas lapangan, akses keluar masuk, dan aksesibilitas transportasi.

Tentu saja, banyak yang heran. Kok bisa stadion yang diklaim semegah Allianz Arena dan Santiago Bernabeu ini tidak sesuai standar FIFA?

Sebenarnya, kalau dilihat ke belakang, masalah soal JIS ini sudah lama muncul. Stadion ini besar, tapi terkurung di tengah pemukiman padat penduduk. Tidak ada akses transportasi dan fasilitas parkir, karena Stadion JIS lebih mengoptimalkan ruang untuk tempat duduk ketimbang aksesibilitas secara umum.

Boleh saja orang menyebut, JIS mengadopsi konsep stadion di Eropa, yang banyak mengandalkan konektivitas transportasi umum. Tapi, itu belum sepenuhnya membudaya di Indonesia. Fasilitas halte (atau sejenisnya) saja masih berada cukup jauh dari stadion.

Masalah lain yang muncul adalah, jenis dan kondisi rumputnya juga disebut tidak sesuai standar FIFA. Alhasil muncul wacana pembenahan yang disebut-sebut membutuhkan dana cukup besar.

Sebenarnya, ini jadi satu masalah klasik pada stadion di Indonesia: pembangunan boleh banyak dan megah, tapi tidak banyak yang dirawat rutin secara prima.

Akibatnya, tidak banyak stadion di Indonesia yang berada dalam kondisi optimal, persis seperti saat pertama kali dipakai. Kondisi ini rupanya juga terjadi di JIS, yang bahkan berada di ibukota negara.

Dengan waktu penyelenggaraan Piala Dunia U-17 yang tinggal hitungan bulan, semua pihak jelas harus gerak cepat. Tapi, dengan tarik-ulur yang terjadi, ada satu pertanyaan yang muncul.

Kenapa harus selalu Jakarta? Apa Indonesia cuma terdiri dari kota Jakarta?

Memang, Jakarta adalah ibukota negara, tapi Indonesia masih punya beberapa stadion yang kondisinya bagus, karena belum lama selesai direnovasi untuk Piala Dunia U-20.

Ada Manahan di Solo, Gelora Bung Tomo di Surabaya, I Wayan Dipta di Bali, Si Jalak Harupat di Jawa Barat, dan Gelora Sriwijaya Jakabaring di Palembang, Sumatera Selatan.

Kalau masih kurang, ada Stadion Papua Bangkit di Papua, yang belum lama diresmikan Presiden Jokowi. Sebuah kesempatan yang seharusnya bisa dimanfaatkan, setidaknya untuk menyampaikan pesan kepada dunia, bahwa "pemerataan pembangunan di Indonesia bukan sebuah dongeng".

Ada stadion yang kondisinya siap pakai di berbagai daerah, tapi perhatian justru hanya terpusat pada stadion yang tidak siap pakai, hanya karena stadion itu berada di Jakarta. Memalukan.

Jujur saja, sebagai seorang penikmat sepak bola, saya merasa, gaduh soal Stadion JIS ini terlalu berlebihan untuk ukuran sebuah turnamen junior.

Meski labelnya Piala Dunia U-17, ini adalah turnamen kelompok umur. Levelnya bahkan berada setingkat di bawah Piala Dunia U-20, yang beberapa waktu lalu batal digelar di Indonesia, hanya karena ada politisasi memalukan dari segelintir oknum.

Satu hal yang membuat saya merasa geli adalah, semua pihak tiba-tiba merasa punya kewajiban untuk bicara paling depan. Padahal, selama ini hampir tak ada turnamen atau kompetisi kelompok umur di Indonesia, yang benar-benar digarap serius dan rutin digelar PSSI maupun pihak terkait.

Kemana saja mereka selama ini? Kenapa baru gaduh sekarang?

Belajar dari pengalaman jelang Piala Dunia U-20 lalu, dan melihat situasi Indonesia yang sedang menyambut tahun politik, saya justru khawatir. Jika tidak segera dibereskan, gaduh soal JIS ini justru bisa jadi celah politisasi lain, yang bisa saja kembali menjegal Indonesia tampil di turnamen Piala Dunia lewat jalur tuan rumah. Padahal, Israel tidak lolos ke Piala Dunia U-17.

Maka, sudah saatnya Presiden Jokowi, Erick Thohir (Ketum PSSI merangkap Menteri BUMN) dan semua pihak terkait segera merapatkan barisan untuk meredam semua kegaduhan yang ada, dan bergerak mempersiapkan segalanya.

Kalau Indonesia sampai kembali gagal jadi tuan rumah, hanya karena gaduh soal JIS dibiarkan bergulir menjadi bola liar akibat politisasi, ini akan jadi tamparan keras berikutnya, yang seharusnya bisa mengingatkan, terlepas dari beragam potensinya, sepak bola Indonesia sulit untuk berkembang lebih jauh, karena ada begitu banyak kerumitan, termasuk politisasi, yang tumbuh subur di sekelilingnya.

Mau seperti itu (lagi)?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun