Akibatnya, tidak banyak stadion di Indonesia yang berada dalam kondisi optimal, persis seperti saat pertama kali dipakai. Kondisi ini rupanya juga terjadi di JIS, yang bahkan berada di ibukota negara.
Dengan waktu penyelenggaraan Piala Dunia U-17 yang tinggal hitungan bulan, semua pihak jelas harus gerak cepat. Tapi, dengan tarik-ulur yang terjadi, ada satu pertanyaan yang muncul.
Kenapa harus selalu Jakarta? Apa Indonesia cuma terdiri dari kota Jakarta?
Memang, Jakarta adalah ibukota negara, tapi Indonesia masih punya beberapa stadion yang kondisinya bagus, karena belum lama selesai direnovasi untuk Piala Dunia U-20.
Ada Manahan di Solo, Gelora Bung Tomo di Surabaya, I Wayan Dipta di Bali, Si Jalak Harupat di Jawa Barat, dan Gelora Sriwijaya Jakabaring di Palembang, Sumatera Selatan.
Kalau masih kurang, ada Stadion Papua Bangkit di Papua, yang belum lama diresmikan Presiden Jokowi. Sebuah kesempatan yang seharusnya bisa dimanfaatkan, setidaknya untuk menyampaikan pesan kepada dunia, bahwa "pemerataan pembangunan di Indonesia bukan sebuah dongeng".
Ada stadion yang kondisinya siap pakai di berbagai daerah, tapi perhatian justru hanya terpusat pada stadion yang tidak siap pakai, hanya karena stadion itu berada di Jakarta. Memalukan.
Jujur saja, sebagai seorang penikmat sepak bola, saya merasa, gaduh soal Stadion JIS ini terlalu berlebihan untuk ukuran sebuah turnamen junior.
Meski labelnya Piala Dunia U-17, ini adalah turnamen kelompok umur. Levelnya bahkan berada setingkat di bawah Piala Dunia U-20, yang beberapa waktu lalu batal digelar di Indonesia, hanya karena ada politisasi memalukan dari segelintir oknum.
Satu hal yang membuat saya merasa geli adalah, semua pihak tiba-tiba merasa punya kewajiban untuk bicara paling depan. Padahal, selama ini hampir tak ada turnamen atau kompetisi kelompok umur di Indonesia, yang benar-benar digarap serius dan rutin digelar PSSI maupun pihak terkait.
Kemana saja mereka selama ini? Kenapa baru gaduh sekarang?