Ada perpaduan bagus antara intelektualitas dan integritas, yang seharusnya bisa diterapkan di dunia kerja setelah lulus kuliah.
Diluar memori perjuangannya, masa skripsi meninggalkan satu warisan berharga buat saya secara pribadi, dalam bentuk minat menulis, yang masih terus berlanjut hingga sekarang.
Dari menulis inilah, saya menemukan satu ruang bebas yang benar-benar inklusif, karena yang dilihat pertama kali adalah "apa yang ditulis" bukan "siapa penulisnya".
Tapi, memori berkesan yang ditinggalkannya bukan jaminan untuk saya  berminat menyusun tesis atau disertasi di masa depan. Bukan karena malas, tapi lebih karena melihat situasi di masa depan, khususnya setelah lulus.
Selama diskriminasi fisik dalam bungkus syarat "sehat jasmani dan rohani" atau sejenisnya masih ada, khususnya di Indonesia (setinggi apapun level studi lanjutnya) selama itu juga peluang kena diskriminasi fisik masih terbuka.
Inilah yang masih perlu diperbaiki, karena hal-hal seperti itu cukup kejam bagi yang mengalaminya. Sekeras apapun tempaan di masa skripsi, ia masih sebatas simulasi menuju realita yang jauh lebih keras.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H