Di sepak bola modern, direktur olahraga atau direktur teknik belakangan menjadi satu posisi yang cukup krusial, karena ikut mengatur proses transfer pemain, termasuk negosiasi harga dan gaji.
Biasanya, direktur teknik menindaklanjuti ide transfer dari pelatih, menyusun rencana transfer bersama pelatih, dan menjadi penghubung antara tim dan manajemen.
Diluar urusan prestasi, seorang direktur teknik biasanya akan semakin awet, jika mampu membantu klub meraih profit, khususnya dari penjualan pemain, dan sejalan dengan manajemen klub.
Dibanding posisi pelatih, posisi direktur teknik relatif lebih aman dari ancaman pemecatan dibanding pelatih, tapi sama-sama bisa memicu ketidakstabilan jika terlalu sering diganti, seperti yang belakangan terjadi di Liverpool.
Seperti diketahui, Liverpool sedang bersiap merekrut direktur teknik ketiga mereka dalam tempo setahun terakhir, dengan Julian Ward akan digantikan oleh Jorg Jorg Schmadtke (eks direktur teknik Wolfsburg).
Sebelumnya, Ward baru mulai bertugas di musim panas 2022, setelah menggantikan posisi Michael Edwards, yang telah bertugas sejak 2016, sekaligus menjadi direktur teknik pertama klub, sejak posisi itu mulai dihadirkan.
Secara kinerja, dua sosok asal Inggris ini terbilang oke, karena punya kemampuan "talent scouting" dan negosiasi yang bagus.
Edwards berhasil membangun tim yang meraih 7 gelar berbeda dengan sebagian besar memanfaatkan uang hasil penjualan pemain, sementara Ward mampu mengamankan talenta muda macam Cody Gakpo, Darwin Nunez, Luis Diaz dan Ibrahima Konate.
Tapi, ketika Ward akhirnya berencana mundur dan akan diganti dengan Schmadtke, jelas ada ketidakcocokan antara sang direktur teknik dengan manajemen, dalam hal ini FSG, selaku pemilik klub.
Ketidakcocokan ini pada dasarnya lebih disebabkan karena kedua pihak tidak sejalan. FSG ingin transfer klub efektif dan menguntungkan (seperti yang antara lain sukses dilakukan Sevilla, Benfica dan Ajax Amsterdam) dan rencana ini tidak berjalan baik di bawah Ward.