Bursa transfer Januari telah tutup buku, dan menghadirkan banyak cerita. Salah satunya datang dari Chelsea, yang menjadi "Miss Jinjing" di bursa transfer Januari.
Seperti diketahui, Si Biru mendatangkan Mykhailo Mudryk (dari Shakhtar Donetsk), Joao Felix (Atletico Madrid, pinjam), Benoit Badiashile (AS Monaco), David Datro Fofana (Molde), Noni Madueke (PSV Eindhoven), dan Enzo Fernandez (Benfica) dengan ongkos lebih dari 300 juta pounds. Sebuah rekor belanja termahal di musim dingin pun hadir, saat Enzo Fernandez ditebus dengan ongkos 121 juta pounds.
Itu masih belum termasuk Malo Gusto (Lyon) dan Christopher Nkunku (RB Leipzig) yang akan bergabung di musim bursa transfer musim panas. Benar-benar kalau belanja, seperti "Miss Jinjing" yang dibekali kartu kredit platinum.
Dengan banyaknya nama baru yang datang ke Stamford Bridge, banyak yang merasa Chelsea setelah ditinggal Roman Abramovich justru lebih agresif di bursa transfer. Sekalipun sedang inkonsisten di Liga Inggris, mereka tampak sangat ambisius.
Satu hal lain yang membuat situasi terasa aneh adalah, Si Biru juga mengikat pelatih Graham Potter dengan kontrak jangka panjang. Padahal, mereka bukan tipikal tim yang biasa mengontrak pelatih dalam jangka panjang.
Tapi, situasi tak biasa ini juga mewakili gambaran rencana jangka panjang klub di era Todd Boehly: membangun tim kuat yang bisa bersaing dalam jangka panjang, dengan pelatih yang dipilih sang bos.
Indikasi soal rencana jangka panjang ini misalnya terlihat, dari usia pemain baru yang rata-rata berada di angka 23 tahun ke bawah. Selain faktor usia, nama-nama yang datang juga dikontrak jangka panjang.
Rencana jangka panjang ini juga tampak dilakukan dengan terukur. Meski menggelontorkan dana besar, ternyata itu tidak sampai melanggar aturan Financial Fair Play.
Penyebabnya, kontrak jangka panjang yang diikat pada para pemain baru ternyata jadi strategi untuk membuat penyusutan nilai transfer mereka terlihat kecil dari tahun ke tahun. Makanya, FIFA belakangan mencanangkan batasan durasi kontrak maksimal sampai 5 tahun.
Strategi lainnya, The Blues mengangsur biaya transfer beberapa kali. Strategi cicilan ini misalnya terlihat pada transfer Enzo Fernandez. Meski harga transfer pemain Argentina itu 121 juta pounds, pembayarannya dicicil sampai enam kali.
Meski terlihat keren dan terukur, strategi transfer The Blues kali ini ternyata punya satu risiko besar. Jika tetap menjadi "Miss Jinjing" di tiap bursa transfer, pemain dari akademi Cobham bisa terabaikan. Mason Mount saja masih belum jelas kelanjutannya, apalagi lulusan akademi Cobham yang lain.
Talenta yang seharusnya bisa bersinar di tim utama bisa hengkang ke tim lain, seperti terjadi pada Jude Soonsup-Bell. Pemain blasteran Inggris-Thailand itu memilih pindah ke Tottenham Hotspur di bursa transfer Januari 2023.
Ini baru satu kasus, dan masih bisa bertambah selama belanja di bursa transfer masih jadi prioritas. Menariknya, disinilah arah Chelsea sepeninggal Abramovich akan ditentukan.
Kalau hanya belanja jor-joran dan merusak sistem akademi yang sudah terbangun dan dibenahi, rasanya ini bukan pertanda ke arah baik.
Jadi, mau dibawa ke mana Chelsea bersama Boehly?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H