Penyebabnya, rival bebuyutan Arsenal itu bukan tipe tim yang nyaman dengan pelatih yang punya kontrol penuh atas tim.
Sebelum Conte, mereka juga pernah punya cerita kurang mengenakkan bersama Jose Mourinho. Pelatih asal Portugal itu bahkan dicopot meski membawa tim lolos ke final Piala Liga, karena performa jeblok tim dan perselisihan dengan manajemen.
Berhubung Tuchel juga bertipikal mirip dengan Mou dan Conte soal kontrol tim, andai Spurs tetap mengejar pemenang Liga Champions musim 2020-2021 itu, rasanya ini hanya akan mengulang cerita yang sama.
Kalau mencari sosok yang bisa sejalan dengan pandangan "santai" manajemen klub, rasanya bukan mengejutkan kalau nama Mauricio Pochettino juga masuk daftar, bahkan terpilih (kembali) jadi pelatih.
Kebetulan, pelatih asal Argentina itu masih tanpa klub sejak dilepas PSG musim panas 2022 lalu. Berangkat dari situasi yang ada, mungkin ini akan jadi satu siklus lain di Spurs, khususnya sejak Pochettino dicopot.
Dimana, pelatih tetap yang bertugas di sana cenderung tidak awet, dan tuahnya hanya berlangsung sebentar. Begitu memasuki musim penuh pertama, mimpi buruk sudah di depan mata.
Jika Conte akhirnya hengkang, mungkin ia akan jadi satu dari sedikit pelatih yang tidak dipecat Spurs pada era modern.
Andai siklus "periode pendek" ini berlanjut,  mungkin kita bisa bilang, klub yang dipimpin Daniel Levy ini adalah klub yang punya potensi finis di papan atas, tapi  belum mampu bersaing di jalur juara, karena tidak punya ambisi untuk mengejar trofi atau membangun tim ke arah sana.
Sebuah stagnasi yang justru dibiarkan dan dianggap normal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H