Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Spurs, Conte dan Terulangnya Sebuah Siklus

24 Januari 2023   01:09 Diperbarui: 24 Januari 2023   08:58 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antonio Conte, pelatih Tottenham Hotspur (Goal.com)

Judul di atas adalah kesimpulan yang saya tangkap, dari situasi Tottenham Hotspur bersama Antonio Conte di musim 2022-2023. Situasi ini ternyata tak lepas dari tren naik-turun tim sejak sang Italiano mulai bertugas November 2021.

Seperti diketahui, di bawah komando Conte, Spurs bersinar pada awalnya. Dengan formasi 3 bek tengah dan pressing ketat, tim yang sebelumnya sempat terpuruk sukses lolos ke Liga Champions.

Tak cukup sampai disitu, Harry Kane dkk juga dibawanya lolos ke fase gugur Liga Champions, dan membuat start impresif di Liga Inggris musim 2022-2023.

Masalahnya, memasuki pertengahan musim, strategi eks pelatih Juventus ini mulai bisa diantisipasi lawan. Ketergantungan tinggi pada bek sayap yang rajin naik-turun, dan taktik yang minim variasi membuat tim dari kota London itu mulai kesulitan meraih hasil positif.

Tren negatif itu terasa semakin rumit, karena baik Conte maupun manajemen klub sudah tak sejalan. Sang pelatih ingin klub menggelontorkan banyak dana demi mengejar ambisi juara, sementara manajemen klub fokus mengejar kestabilan dari sisi bisnis dan finansial.

Dengan tipikalnya yang dikenal "demanding", eks pelatih Timnas Italia itu jelas tidak mengharapkan adanya stagnasi. Ada keinginan untuk menang, tapi keadaan membuat keinginan itu terkesan bertepuk sebelah tangan, dan menghasilkan situasi renggang.

Kerenggangan mereka juga semakin sempurna, karena Spurs enggan memperpanjang kontrak sang pelatih, yang kebetulan kadaluarsa akhir musim 2022-2023. Keputusan ini juga direspon dengan keengganan eks pemain Timnas Italia itu memperpanjang kontrak.

Bak gayung bersambut, sebagian suporter The Lilywhites juga menghendaki klub bersiap mengganti pelatih musim depan. Sebelumnya, sisi "demanding" Conte juga jadi satu alasan dirinya berpisah dengan Juventus dan Inter Milan.

Makanya, nama Thomas Tuchel langsung mencuat sebagai kandidat. Nama pelatih asal Jerman itu muncul, karena rekam jejak suksesnya, dan statusnya yang masih tanpa klub setelah dipecat Chelsea.

Hanya saja, meski kemungkinan berakhirnya era kepelatihan Conte di Tottenham sangat terbuka, pergantian pelatih di sini masih menjadi sebuah tanda tanya besar.

Penyebabnya, rival bebuyutan Arsenal itu bukan tipe tim yang nyaman dengan pelatih yang punya kontrol penuh atas tim.

Sebelum Conte, mereka juga pernah punya cerita kurang mengenakkan bersama Jose Mourinho. Pelatih asal Portugal itu bahkan dicopot meski membawa tim lolos ke final Piala Liga, karena performa jeblok tim dan perselisihan dengan manajemen.

Berhubung Tuchel juga bertipikal mirip dengan Mou dan Conte soal kontrol tim, andai Spurs tetap mengejar pemenang Liga Champions musim 2020-2021 itu, rasanya ini hanya akan mengulang cerita yang sama.

Kalau mencari sosok yang bisa sejalan dengan pandangan "santai" manajemen klub, rasanya bukan mengejutkan kalau nama Mauricio Pochettino juga masuk daftar, bahkan terpilih (kembali) jadi pelatih.

Kebetulan, pelatih asal Argentina itu masih tanpa klub sejak dilepas PSG musim panas 2022 lalu.  Berangkat dari situasi yang ada, mungkin ini akan jadi satu siklus lain di Spurs, khususnya sejak Pochettino dicopot.

Dimana, pelatih tetap yang bertugas di sana cenderung tidak awet, dan tuahnya hanya berlangsung sebentar. Begitu memasuki musim penuh pertama, mimpi buruk sudah di depan mata.

Jika Conte akhirnya hengkang, mungkin ia akan jadi satu dari sedikit pelatih yang tidak dipecat Spurs pada era modern.

Andai siklus "periode pendek" ini berlanjut,  mungkin kita bisa bilang, klub yang dipimpin Daniel Levy ini adalah klub yang punya potensi finis di papan atas, tapi  belum mampu bersaing di jalur juara, karena tidak punya ambisi untuk mengejar trofi atau membangun tim ke arah sana.

Sebuah stagnasi yang justru dibiarkan dan dianggap normal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun