Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Liga 1, 2 dan 3, Saatnya Beda Operator

18 Januari 2023   21:50 Diperbarui: 19 Januari 2023   17:34 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PT LIB, operator Liga Indonesia (Goal.com)

Menyusul keputusan PSSI menghentikan kompetisi Liga 2 dan 3, ada banyak kritik pada induk sepak bola nasional itu, karena tidak mampu mengelola kompetisi dengan baik. Mereka juga terkesan hanya memprioritaskan Liga 1, dan berdalih kehabisan dana untuk memutar kompetisi.

Dengan pengalaman selama beberapa tahun, seharusnya fenomena semacam ini bisa ditangani. Tapi, karena inkompetensi yang ada sudah lumayan parah, ternyata penanganan masalah ala PSSI (dalam hal ini PT LIB selaku operator kompetisi) justru mendatangkan rentetan masalah baru.

Berawal dari Tragedi Kanjuruhan yang tidak ditangani secara tuntas, puluhan klub kasta kedua dan ketiga malah kena imbas. Padahal, masalahnya ada pada Arema FC, klub kontestan Liga 1.

Benar-benar kacau.

Dari sini, kita bisa menangkap, kinerja PT LIB sebagai operator tunggal kompetisi sudah tidak efektif. Akibatnya, kompetisi kasta bawah tidak diperhatikan sebaik kasta tertinggi.

Kalau kompetisi liga (yang katanya) profesional saja masih semrawut, jangan heran kalau kompetisi amatir atau usia muda lebih berantakan.

Berangkat dari masalah ini, rasanya sudah waktunya Liga 1, 2 dan 3 dikelola oleh operator kompetisi berbeda. Begitu juga dengan kompetisi amatir. sepak bola wanita atau usia muda.

Kebetulan, menyusul keputusan menyetop Liga 2 dan 3, PSSI sudah mendesak PT LIB untuk membentuk operator baru, supaya bisa fokus mengelola Liga 2 dan 3.

Hanya saja kompetisi amatir. sepak bola wanita atau usia muda juga perlu diperhatikan, karena selama ini serba alakadarnya, bahkan sempat mati suri.

Memang, solusi ini terlihat seperti sebuah pemborosan, tapi sudah jamak dilakukan di banyak negara, termasuk yang kompetisinya sudah kelas dunia.

Sebagai contoh, di Liga Inggris kompetisi kasta tertingginya (20 tim) dipegang oleh Premier League, dengan kasta kedua sampai keempat (72 tim peserta) dikelola oleh Football League. Cakupannya bukan hanya di tim utama, tapi juga mencakup tim muda seperti tim "reserve" (U-23) dan U-18.

Apakah cukup sampai di situ?

Ternyata tidak. Masih ada National League (kompetisi antarwilayah) dan Non-League Football (amatir dan semiprofesional), dengan jumlah tim mencapai angka ribuan, tepatnya 5300 tim. Ini baru kompetisi sepak bola pria, belum termasuk sepak bola wanita.

Rumit, tapi kompetisi di Inggris terbukti menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Berkat kualitas tata kelola yang baik, banyak investor superkaya yang berani menyuntikkan dana besar. Dari sisi sponsor dan hak siar pun, nilainya terus meningkat.

Meski jumlah pemain asingnya banyak, nyatanya Timnas Inggris masih punya pemain lokal yang bisa diandalkan. The Three Lions juga sering tampil di turnamen mayor, meski jumlah penduduknya tak sebanyak Indonesia.

Menariknya, manajemen kompetisi di Inggris juga membuktikan, bukan jumlah penduduk satu negara yang menentukan apakah satu negara bisa menghasilkan pemain berkualitas atau tidak, tapi kualitas tata kelola sepak bola nasionalnya.

Semakin bagus tata kelolanya, semakin banyak pemain berkualitas yang bisa diharapkan. Kalau tata kelolanya bobrok, sekalipun populasi negaranya miliaran orang, menemukan pemain berkualitas bak mencari jarum di tumpukan jerami.

Ingat Tiongkok dan India?

Bagaimana prestasi sepak bola mereka, jika dibandingkan dengan Kroasia atau Uruguay, yang jumlah penduduknya 3-4 juta jiwa?

Jomplang!

Karena itulah, siapapun terpilih dari bursa Ketum PSSI nanti, ia harus punya rencana yang jelas, dan mampu menyentuh semua aspek. Bukan cuma fokus di Liga 1.

Tidak masalah tiap divisi atau kelompok umur punya operator sendiri, yang penting kualitasnya bisa terus ditingkatkan, karena inilah kunci terbentuknya tim nasional berkualitas.

Bisa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun