Piala Dunia 2022 telah menghadirkan banyak kejutan. Ada tiga wakil Asia di fase gugur, Jerman stagnan, Brasil dipaksa menangis, generasi emas Belgia kadaluarsa, dan Kroasia yang kembali menggebrak.
Tapi, kalau boleh menyebut apa yang jadi kejutan terbesar di Qatar, maka itu adalah kiprah Timnas Maroko. Secara luar biasa, mereka sukses menjadi tim Afrika pertama yang bisa lolos ke semifinal Piala Dunia.
Capaian ini diraih Sabtu (10/12), setelah gol tunggal Youssef En-Nesyri di akhir babak pertama tak mampu dibalas Portugal. Kemenangan 1-0 Tim Singa Atlas di perempatfinal Piala Dunia 2022 melanjutkan catatan impresif mereka di Qatar, sebagai tim yang belum terkalahkan dan hanya kebobolan satu gol.
Sebelum membuat Cristiano Ronaldo menangis tersedu-sedu, wakil Afrika ini sukses mengalahkan Spanyol 3-0 (0-0) di babak adu penalti, setelah menjadi juara di fase grup, dalam grup yang dihuni Belgia, Kroasia (yang juga lolos ke semifinal) dan Kanada.
Soal gaya main, Maroko mungkin bukan tim yang disukai mereka yang mengharapkan banyak gol. Tapi, sebagai sebuah unit, tim ini cukup menarik untuk dilihat, karena menghadirkan sisi lain di balik layar, yang bisa jadi pembelajaran.
Dalam hal kebijakan misalnya, FRMF (PSSI-nya Maroko) cukup berani tapi terukur. Selain membangun sistem pembinaan pemain muda di dalam negeri, mereka juga memantau pemain keturunan Maroko, baik yang lahir di luar negeri maupun bermain di luar negeri.
Hasilnya bisa kita lihat dari keberadaan pemain-pemain macam Sofyan Amrabat (Fiorentina), Hakim Ziyech (Chelsea) Noussair Mazraoui (Bayern Munich) dan Achraf Hakimi (PSG). Tiga nama pertama lahir di Belanda, sementara nama terakhir lahir di Spanyol.
Langkah ini jadi terasa logis, karena di masa lalu ada pemain keturunan Maroko yang sempat beredar di liga-liga top Eropa, tapi memperkuat negara lain, misalnya Ibrahim Afellay (Belanda) dan Munir El Haddadi (Spanyol) yang sama-sama pernah bermain di Barcelona.
Di sektor kepelatihan, induk sepak bola Maroko ini juga sempat mengambil keputusan mengejutkan, saat menunjuk Walid Regragui menggantikan Vahid Halilhodzic bulan Agustus 2022, atau hanya tiga bulan sebelum Piala Dunia 2022 dimulai.
Meski sukses membawa tim lolos ke Qatar, keputusan Halilhodzic menepikan bintang bintang macam Hakim Ziyech dan Mazraoui karena alasan disipliner mengundang polemik yang merusak harmoni tim. Apa boleh buat, pelatih berpengalaman asal Bosnia Herzegovina itu akhirnya harus lengser.
Sebagai gantinya, nama Regragui pun ditunjuk. Pertimbangannya bukan semata karena faktor "local pride", tapi murni karena prestasi dan pengalamannya, baik sebagai pemain maupun pelatih
Soal prestasi, pelatih yang lahir di Prancis ini jadi satu dari sedikit pelatih asal  Maroko yang mampu juara Liga Champions Afrika. Capaian ini ditorehkannya musim 2021-2022 bersama Wydad AC.
Di luar kiprahnya bersama klub asal kota Casablanca, pelatih berusia 47 tahun itu juga pernah menjadi asisten pelatih Timnas Maroko antara tahun 2012-2013.
Sebagai pemain, sosok berkepala plontos itu juga pernah bermain di liga Prancis, liga Spanyol dan Timnas Maroko. Jadi, ia  tidak asal dipilih sebagai pelatih Timnas Maroko.
Hanya dalam waktu singkat, efek dua kebijakan ini berdampak positif. Ziyech dan Mazraoui yang sebelumnya sempat menyatakan pensiun, akhirnya kembali ke tim nasional.
Kembalinya dua bintang itu, lalu dilanjutkan dengan memperkuat kekompakan tim, yang sebelumnya juga sudah diperkuat beberapa pemain berkualitas seperti Yassine Bounou dan Youssef En-Nesyri (Sevilla).
Hasilnya, tim juara Piala Afrika 1976 ini mampu menghadirkan kejutan besar di Qatar. Meski gaya main mereka cenderung pragmatis, determinasi dan kekompakan mereka menjadikan tim dari Afrika Utara ini jauh lebih kuat dari yang diduga, bahkan mampu membuat sejarah.
Capaian bersejarah Maroko di Piala Dunia 2022 mungkin akan lebih banyak menyoroti pelatih dan pemain. Tapi, di balik itu semua, ada federasi yang kompeten.
Boleh dibilang inilah contoh terbaru dari seberapa penting kualitas federasi sepak bola, dalam menghadirkan timnas yang juga berkualitas. Jika federasi itu kompeten, maka tim nasional yang dihasilkan adalah tim yang berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H