Sebagai gantinya, nama Regragui pun ditunjuk. Pertimbangannya bukan semata karena faktor "local pride", tapi murni karena prestasi dan pengalamannya, baik sebagai pemain maupun pelatih
Soal prestasi, pelatih yang lahir di Prancis ini jadi satu dari sedikit pelatih asal  Maroko yang mampu juara Liga Champions Afrika. Capaian ini ditorehkannya musim 2021-2022 bersama Wydad AC.
Di luar kiprahnya bersama klub asal kota Casablanca, pelatih berusia 47 tahun itu juga pernah menjadi asisten pelatih Timnas Maroko antara tahun 2012-2013.
Sebagai pemain, sosok berkepala plontos itu juga pernah bermain di liga Prancis, liga Spanyol dan Timnas Maroko. Jadi, ia  tidak asal dipilih sebagai pelatih Timnas Maroko.
Hanya dalam waktu singkat, efek dua kebijakan ini berdampak positif. Ziyech dan Mazraoui yang sebelumnya sempat menyatakan pensiun, akhirnya kembali ke tim nasional.
Kembalinya dua bintang itu, lalu dilanjutkan dengan memperkuat kekompakan tim, yang sebelumnya juga sudah diperkuat beberapa pemain berkualitas seperti Yassine Bounou dan Youssef En-Nesyri (Sevilla).
Hasilnya, tim juara Piala Afrika 1976 ini mampu menghadirkan kejutan besar di Qatar. Meski gaya main mereka cenderung pragmatis, determinasi dan kekompakan mereka menjadikan tim dari Afrika Utara ini jauh lebih kuat dari yang diduga, bahkan mampu membuat sejarah.
Capaian bersejarah Maroko di Piala Dunia 2022 mungkin akan lebih banyak menyoroti pelatih dan pemain. Tapi, di balik itu semua, ada federasi yang kompeten.
Boleh dibilang inilah contoh terbaru dari seberapa penting kualitas federasi sepak bola, dalam menghadirkan timnas yang juga berkualitas. Jika federasi itu kompeten, maka tim nasional yang dihasilkan adalah tim yang berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H