Tentu saja, sikap narsis ini akan bertentangan dengan sisi inklusif menulis. Dimana, sebuah tulisan awalnya dilihat dari tulisan itu sendiri, bukan dari kondisi fisik penulisnya.
Soal menulis, banyak orang menganggap ini adalah tingkat intelektualitas berikutnya setelah membaca. Dengan tingkat intelektualitas setinggi itu, terlalu fokus memikirkan klik, label atau sebangsanya akan terasa sangat dangkal, jika dibanding dengan luasnya dimensi menulis itu sendiri.
Sebagai orang yang pernah terdiskriminasi karena faktor kondisi fisik, penerimaan sebaik ini terlalu sayang, untuk hanya dicemari oleh hal-hal sedangkal itu.
Di era digital ini, menulis memang bisa jadi satu sarana mencari cuan. Tapi, itu hanya sarana, bukan tujuan utama.
Sekali itu jadi tujuan, tekanan yang ada akan sangat besar. Kalau tidak tercapai, rasa kecewa yang datang pasti menyakitkan, karena kesiapan untuk menang tidak dibarengi kesiapan untuk kalah. Seperti yang biasa kita lihat pada oknum suporter anarkis di sepak bola nasional.
Ada banyak faktor yang bisa berada dalam ruang kendali manusia, tapi masih ada jauh lebih banyak yang berada di luar kendali. Inilah realita yang justru sering terlupakan.
Makanya, kita kadang melihat banyak penulis yang ngambek lalu pergi. Entah sebentar atau seterusnya, seperti banyak tulisan "pamit" yang berkali-kali kita lihat di Kompasiana.
Terlepas dari perbedaan sudut pandang yang mungkin ada, ada dua pesan menarik dari para senior, yang pada akhirnya membuat saya bisa tetap nyaman menulis, seperti berada di rumah.
Pertama, tetap fokus pada diri sendiri. Kedua, jika sudah merasa nyaman, jangan lupakan "rumah" karena disitulah semua dimulai.
Kita tidak akan tahu persis apa yang terjadi nanti, tapi kita bisa fokus pada apa yang ada saat ini, sebagai persiapan untuk ke sana, supaya apapun yang terjadi nanti kita sudah siap, karena ketekunan sudah terajut menjadi "grinta" (bahasa Italia: semangat juang) yang jelas tak akan serenyah wafer coklat.
Untuk jangka pendek, mungkin ini terasa menyebalkan, tapi untuk jangka panjang, ini akan jadi awal satu paket kejutan, karena begitulah satu sifat ajaib menulis bekerja. Persis seperti anggur: semakin tua, semakin bagus dan mahal harganya.