Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Apalah Arti Sebuah Statistik?

25 Oktober 2022   15:07 Diperbarui: 25 Oktober 2022   15:17 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul di atas adalah pertanyaan yang muncul di pikiran saya, akibat sedikit rasa heran yang muncul, karena ada cukup banyak keprihatinan soal Kompasianers yang sangat memikirkan hal-hal statistikal atau jangka pendek.

Mulai dari label Artikel Utama atau pilihan, vote, komentar, jumlah klik artikel, sampai menang atau tidak dalam sebuah lomba atau penghargaan.

Untuk memastikan ini benar-benar ada atau tidak, saya lalu mencoba kroscek sambil "curcol" kepada beberapa Kompasianer senior. Sebelumnya, saya sudah cukup lama mendengar selentingan soal ini.

Kesimpulan yang saya dapat pun cukup sumir: itu memang sudah lama ada, dan pada titik tertentu menciptakan suasana kompetitif yang agak aneh, termasuk saat ada event lomba atau penghargaan.

Dalam artian, ada tekanan besar yang cukup bisa dirasakan, entah untuk mendapat banyak klik, label atau menang lomba. Saking besarnya tekanan itu, ada juga yang bahkan pernah diketahui "main curang" dengan menggunakan fitur-fitur yang tidak seharusnya.

Dibandingkan mereka, saya mungkin akan terlihat sangat suram. Jarang blogwalking, langganan "tim hore" saat lomba, dan topik  tulisannya sangat "semau gue", sesuai ide yang datang.

Bagian yang mungkin paling bisa membuat mereka jengkel adalah, saya bukan tipe orang yang akan otomatis menganggap bagus tulisan sendiri. Kalau kata mereka yang terlalu narsis, saya tidak menghargai tulisan sendiri.

Tapi, saya tidak peduli. Bagi saya, menulis adalah media untuk "bicara" sampai tuntas. Jika semua yang ingin disampaikan bisa tersampaikan dengan tuntas di tulisan, dan tayang tanpa kena semprit, itu sudah cukup.

Soal label, klik, atau teman-temannya, itu sepenuhnya urusan pembaca, admin dan juri. Mereka jauh lebih berwenang untuk itu. Bagi saya, bagus atau tidaknya sebuah tulisan lebih banyak ditentukan dari penilaian orang lain, bukan penulisnya.

Jika saya terlalu sibuk menganggap tulisan saya yang paling bagus, saya sudah bersikap sangat tidak adil pada tulisan sendiri, bahkan sejak masih dalam pikiran.

Tentu saja, sikap narsis ini akan bertentangan dengan sisi inklusif menulis. Dimana, sebuah tulisan awalnya dilihat dari tulisan itu sendiri, bukan dari kondisi fisik penulisnya.

Soal menulis, banyak orang menganggap ini adalah tingkat intelektualitas berikutnya setelah membaca. Dengan tingkat intelektualitas setinggi itu, terlalu fokus memikirkan klik, label atau sebangsanya akan terasa sangat dangkal, jika dibanding dengan luasnya dimensi menulis itu sendiri.

Sebagai orang yang pernah terdiskriminasi karena faktor kondisi fisik, penerimaan sebaik ini terlalu sayang, untuk hanya dicemari oleh hal-hal sedangkal itu.

Di era digital ini, menulis memang bisa jadi satu sarana mencari cuan. Tapi, itu hanya sarana, bukan tujuan utama.

Sekali itu jadi tujuan, tekanan yang ada akan sangat besar. Kalau tidak tercapai, rasa kecewa yang datang pasti menyakitkan, karena kesiapan untuk menang tidak dibarengi kesiapan untuk kalah. Seperti yang biasa kita lihat pada oknum suporter anarkis di sepak bola nasional.

Ada banyak faktor yang bisa berada dalam ruang kendali manusia, tapi masih ada jauh lebih banyak yang berada di luar kendali. Inilah realita yang justru sering terlupakan.

Makanya, kita kadang melihat banyak penulis yang ngambek lalu pergi. Entah sebentar atau seterusnya, seperti banyak tulisan "pamit" yang berkali-kali kita lihat di Kompasiana.

Terlepas dari perbedaan sudut pandang yang mungkin ada, ada dua pesan menarik dari para senior, yang pada akhirnya membuat saya bisa tetap nyaman menulis, seperti berada di rumah.

Pertama, tetap fokus pada diri sendiri. Kedua, jika sudah merasa nyaman, jangan lupakan "rumah" karena disitulah semua dimulai.

Kita tidak akan tahu persis apa yang terjadi nanti, tapi kita bisa fokus pada apa yang ada saat ini, sebagai persiapan untuk ke sana, supaya apapun yang terjadi nanti kita sudah siap, karena ketekunan sudah terajut menjadi "grinta" (bahasa Italia: semangat juang) yang jelas tak akan serenyah wafer coklat.

Untuk jangka pendek, mungkin ini terasa menyebalkan, tapi untuk jangka panjang, ini akan jadi awal satu paket kejutan, karena begitulah satu sifat ajaib menulis bekerja. Persis seperti anggur: semakin tua, semakin bagus dan mahal harganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun