Apa boleh buat, aku terpaksa membeli ponsel baru, setengah tahun lebih cepat dari rencana awal. Kebetulan, ponsel yang lama memang sudah mulai bermasalah, setelah empat tahun digunakan.
Persetan dengan komentar "mendang-mending" dari orang yang tidak berpandangan objektif, kecuali mereka mau membelikan. Meski memang karena  faktor kebutuhan, jujur saja, aku sedikit mengikuti insting, yang biasa muncul saat ada yang tidak biasa.
Jika dipadukan dengan doa dan pertimbangan matang, insting bawaan ini memang sangat ampuh, karena selalu mengarahkan ke arah yang tepat.
Makanya, ketika ada ide patungan dadakan yang di luar jangkauan, dengan santainya aku menjawab:
"Untung aku sudah ganti hp baru."
Coba kalau belum, mungkin uangnya sudah dipakai duluan untuk rencana patungan dadakan yang lain.
Entah apa dan berapa nilainya, yang jelas aku bisa saja tidak sempat membeli ponsel baru, di saat pekerjaan menuntut kondisi ponsel yang prima, baik dari segi memori atau kinerja.
Andai itu terjadi, ketika kondisinya semakin gawat, aku pasti tetap akan disalahkan, karena dianggap tidak becus menjaga barang milik sendiri. Bonusnya cuma kata-kata beracun yang berusaha menghadirkan rasa bersalah.
Di sisi lain, aku juga heran, karena kadang diminta bantu patungan, walau hanya bekerja di rumah, mengais sedikit demi sedikit remah rupiah.
Aku pernah dikatai "malas" dan sejenisnya, tapi toh tetap diminta bantuan untuk patungan. Mungkin, ini yang disebut "standar ganda". Tidak ada rasa malu, karena bisa berubah sikap dengan enaknya setelah memberi label begitu rupa.
Tapi, kalau boleh jujur, situasinya belakangan mulai sedikit menakutkan, karena aku seperti tidak boleh lengah barang sedikit saja. Jangankan uang, hadiah poin belanja online yang belum terpakai pun bisa kena injak.