Alhasil, stadion yang awalnya diplot menjadi pengganti Stadion Lebak Bulus (kini menjadi lokasi Depo MRT Jakarta) ini justru terlihat aneh. Megah bangunannya, bagus lapangannya, tapi terpencil di tengah keramaian.
Ini baru gambaran dalam kondisi normal. Belum termasuk situasi saat banjir menyapa Jakarta, yang sudah pasti akan membuat situasi lebih rumit.
Memang, pertimbangan PSSI mencoret JIS cukup masuk akal, tapi rencana melangsungkan pertandingan Timnas Indonesia di Jawa Barat jelas menjadi satu blunder yang langsung digoreng banyak pihak.
Sebelum ini, PSSI pernah memakai Stadion I Wayan Dipta saat melawan Timor Leste, dan Stadion Maguwoharjo untuk Piala AFF U-16. Belakangan, Stadion Gelora Bung Tomo juga siap dipakai untuk kualifikasi Piala Asia U-20.
Seharusnya, ada kesempatan yang sama juga untuk stadion lain (yang aksesibel). Dengan catatan, kondisinya layak dan sesuai ketentuan. Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke, seharusnya ada banyak stadion yang bisa jadi pilihan.
Tapi, daripada hanya membuat kegaduhan seputar status "standar FIFA" Stadion JIS, ada baiknya PSSI, Pemprov DKI dan semua pihak terkait mulai ambil tindakan untuk berbenah. Minimal, ada perbaikan dalam hal aksesibilitas dari dan menuju Stadion JIS.
Jika situasi ini tak segera dibenahi, bukan kejutan kalau stadion terbesar di Indonesia ini akan jadi bangunan mangkrak. Seperti wisma atlet yang melegenda itu.
Menariknya, polemik soal "standar FIFA" JIS ini membuktikan, Indonesia sebenarnya lebih membutuhkan stadion berkualitas yang aksesibel, ketimbang stadion mewah yang kurang aksesibel.
Sekali lagi, ini soal kualitas dan manfaat jangka panjang. Semewah dan semegah apapun stadionnya, itu hanya sebuah pemborosan, jika tidak mendatangkan manfaat jangka panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H