Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menyorot Masalah Perwasitan di Liga Indonesia

17 Agustus 2022   12:56 Diperbarui: 18 Agustus 2022   04:19 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara soal Liga Indonesia, entah Liga 1 atau kasta dibawahnya, satu aspek yang cukup rutin jadi sorotan adalah aspek perwasitan. Hampir setiap pekan ada saja keputusan wasit yang dipertanyakan.

Umumnya hal yang jadi pertanyaan soal keputusan wasit berkaitan dengan pelanggaran, khususnya di area kotak penalti dan sekitarnya, offside, atau gol yang dianulir.

Pertanyaan akan semakin kencang terdengar, bersama caci maki kepada wasit, jika keputusan yang dibuat mempengaruhi hasil akhir pertandingan.

Masalah klasik di Liga Indonesia soal kinerja wasit sendiri cukup beragam. Ada yang bermasalah dalam akurasi keputusan saat terjadi offside, aksi diving, atau gol yang dianulir.

Semua itu biasanya terjadi di momen-momen menentukan. Bukan hanya di menit akhir, tapi juga pada saat sebuah tim sedang dalam momentum positif. Jadi, efeknya memang cukup merugikan.

Berangkat dari masalah itu, sebuah upaya perbaikan lalu coba dilakukan di Liga 1 musim ini, yakni dengan menugaskan wasit tambahan di area garis gawang. Tujuannya, untuk meminimalkan kesalahan wasit, jika terjadi insiden di kotak penalti atau garis gawang.

Salah satu dampak positif dari perbaikan ini hadir, pada laga Persib Bandung vs PSIS Semarang, akhir pekan lalu. Dalam laga ini, asisten wasit di garis gawang telah mengoreksi keputusan wasit, yang sempat mengesahkan gol lemparan ke dalam Alfeandra Dewangga.

Keputusan ini tepat, karena mencetak gol dari lemparan ke dalam memang tidak diperbolehkan, tidak seperti di olahraga basket. Sifat lemparan ke dalam ini seperti tendangan bebas tidak langsung di sepak bola. Jika gol tercipta dari posisi ini akan dihitung sebagai pelanggaran. Lawan akan mendapat hadiah tendangan bebas atau tendangan gawang.

Gol dari lemparan ke dalam baru dianggap sah (sebagai gol bunuh diri) jika bola menyentuh bagian tubuh pemain lawan, seperti pada kasus Pratama Arhan di laga uji coba resmi FIFA antara Timnas Indonesia vs Timor Leste beberapa waktu lalu.

Upaya ini cukup bagus, karena akhirnya mulai ada perbaikan di sepak bola nasional. Sayang, jika menengok konteks kekinian, kemajuan ini masih bersifat retrospektif, belum up-to-date.

Di era saat teknologi (dalam hal ini VAR dan teknologi garis gawang) mulai umum digunakan, upaya ini sebenarnya sudah cukup tertinggal, karena di negara dan benua lain, masa penggunaan wasit tambahan di garis gawang sudah lewat 10-15 tahun lalu.

Dengan masih banyaknya kritik pada kinerja wasit di liga Indonesia, PSSI dan pihak terkait jelas perlu meningkatkan terus kualitas perwasitan. Bukan hanya dari sisi teknologi, tapi juga dari manusianya.

Misalnya, ada persiapan dan tes fisik sebagai modal pelengkap pengetahuan teknis. Supaya, wasit bisa selalu dekat dengan bola selama pertandingan.

Jadi, program yang ada tidak hanya mendatangkan sebanyak mungkin wasit berlisensi FIFA dari luar negeri, tapi berusaha mencetak wasit berlisensi FIFA dari negeri sendiri.

Di level internasional, kondisi fisik prima dan posisi wasit yang selalu dekat dengan bola menjadi kunci sebuah keputusan akurat. Kalaupun keliru itu bisa diperbaiki lewat kehadiran teknologi digital.

Di liga Indonesia, masalah ini cukup sering terlihat, karena posisi wasit cukup jauh dari bola. Akibatnya, keputusan yang diambil kadang keliru dan mengundang kritik.

Sebenarnya kritik pada kinerja wasit ini wajar, karena merupakan bagian dari sisi kompetitif olahraga, dalam hal ini sepak bola. Semua tim ingin meraih hasil terbaik, tapi tidak bisa memilih hasil akhir, dan harus sportif.

Meski begitu, sisi kompetitif ini juga perlu didukung dengan peningkatan kualitas secara kontinyu. Supaya, kompetisi yang ada bisa semakin berkualitas, dan mampu mengedukasi semua pihak terkait, termasuk suporter.

Kalau kualitas kompetisi nasional dan mentalitas yang dibangun berkualitas, kita akan punya tim nasional yang cukup bisa diharapkan. Karena tim ini memang terbentuk dari kompetisi dan perwasitan berkualitas baik.

Bisa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun