Di era saat teknologi (dalam hal ini VAR dan teknologi garis gawang) mulai umum digunakan, upaya ini sebenarnya sudah cukup tertinggal, karena di negara dan benua lain, masa penggunaan wasit tambahan di garis gawang sudah lewat 10-15 tahun lalu.
Dengan masih banyaknya kritik pada kinerja wasit di liga Indonesia, PSSI dan pihak terkait jelas perlu meningkatkan terus kualitas perwasitan. Bukan hanya dari sisi teknologi, tapi juga dari manusianya.
Misalnya, ada persiapan dan tes fisik sebagai modal pelengkap pengetahuan teknis. Supaya, wasit bisa selalu dekat dengan bola selama pertandingan.
Jadi, program yang ada tidak hanya mendatangkan sebanyak mungkin wasit berlisensi FIFA dari luar negeri, tapi berusaha mencetak wasit berlisensi FIFA dari negeri sendiri.
Di level internasional, kondisi fisik prima dan posisi wasit yang selalu dekat dengan bola menjadi kunci sebuah keputusan akurat. Kalaupun keliru itu bisa diperbaiki lewat kehadiran teknologi digital.
Di liga Indonesia, masalah ini cukup sering terlihat, karena posisi wasit cukup jauh dari bola. Akibatnya, keputusan yang diambil kadang keliru dan mengundang kritik.
Sebenarnya kritik pada kinerja wasit ini wajar, karena merupakan bagian dari sisi kompetitif olahraga, dalam hal ini sepak bola. Semua tim ingin meraih hasil terbaik, tapi tidak bisa memilih hasil akhir, dan harus sportif.
Meski begitu, sisi kompetitif ini juga perlu didukung dengan peningkatan kualitas secara kontinyu. Supaya, kompetisi yang ada bisa semakin berkualitas, dan mampu mengedukasi semua pihak terkait, termasuk suporter.
Kalau kualitas kompetisi nasional dan mentalitas yang dibangun berkualitas, kita akan punya tim nasional yang cukup bisa diharapkan. Karena tim ini memang terbentuk dari kompetisi dan perwasitan berkualitas baik.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H