Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Membaca, Sebuah Dimensi Luas

12 Agustus 2022   12:54 Diperbarui: 12 Agustus 2022   13:18 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam menulis, membaca kerap disebut sebagai aktivitas kunci yang mendasari.
Ada yang berfungsi sebagai sumber referensi data, ada juga yang menjadi satu sumber inspirasi dalam menulis. Makanya, banyak orang bilang, membaca adalah tingkatan awal sebelum menulis. 

Sebelum mekarnya teknologi internet, membaca identik dengan media cetak, entah buku, koran atau yang lainnya. Setelah internet datang, bacaan digital ikut memperkaya ragam sumber referensi dalam menulis.

Sekilas, membaca erat dengan apa yang dibaca secara tersurat. Tapi, membaca ternyata masih punya dimensi lebih luas, karena membaca juga hal-hal yang sifatnya tersirat.

Dalam artian, meski tidak tertulis secara langsung, pesan atau informasi tersebut juga ada di sana. Inilah satu bagian unik dari membaca, karena ia bisa membuat orang menemukan "insight" berdasarkan sudut pandang dan gaya masing-masing.

Alhasil, ketika apa yang sudah dibaca itu dijabarkan dalam bentuk tulisan, ada keberagaman sudut pandang dan gaya tulisan yang muncul, sekalipun topik dasarnya sama.

Dalam perjalanannya, membaca sendiri bukan hanya soal melihat rangkaian huruf dan kata, tapi juga merambah ke apa yang dirasakan, baik melalui panca indera atau perasaan.

Kalau ditambah perasaan, total ada enam indera yang bisa kita gunakan untuk "membaca" sebelum menulis. Lima dari tubuh, satu dari batin.

Apa yang kita lihat, dengar, dan rasakan, bisa memantik ide untuk menulis. Inilah satu bagian menarik dari membaca, yang juga jadi bagian menarik dari proses menulis.

Jadi, kalau ingin menulis, tapi tak punya sumber bacaan untuk dibaca, kita bisa melihat ke sekitar. Biarkan cipta, rasa, dan karsa bekerja sama, selebihnya terserah.

Memang, perlu proses untuk mencapai titik ini, dan sumber bacaan biasanya menjadi pegangan awal untuk mengasah. Semakin terasah dan terbiasa, andai tak ada sumber bacaan pun, menulis akan tetap mengalir dan menyenangkan.

Tidak ada alasan "ide macet" dalam menulis, karena kita punya dimensi "membaca" yang lebih luas. Masalahnya tinggal bagaimana kita menemukan, menyadari dan membiasakannya.

Membaca dari sumber bacaan memang penting, tapi kurang baik kalau terlalu terpaku padanya. Itu akan membuat kita mudah macet, dan tak bisa fleksibel. Seperti motor atau mobil yang tak bisa berbelok, karena kondisi setirnya bermasalah.

Jika sudah terbiasa "merasakan" dan "membaca", tambahan bacaan dari sumber bacaan, itu akan membuat tulisan kita punya dimensi lebih luas.

Alhasil, apa yang kita tulis bisa menyentuh titik "blind spot" atau bagian terlupakan, dan mungkin memicu orang lain untuk menulis "bagian" lain yang mereka temukan, tapi sebelumnya luput dari perhatian.

Dari sinilah, sebuah pandangan dalam tulisan menjadi kepingan puzzle. Mereka terdiri dari sejumlah potongan-potongan kecil yang fungsinya saling melengkapi.

Awalnya, kita tidak tahu apa gambar besar yang ada. Tapi, setelah dirangkai satu persatu, lama kelamaan kita akan menyadari, dan memahami gambaran utuh, setelah semua selesai dirangkai.

Jika hal-hal dikotomis seperti "benar-salah" kita tepikan sejenak, gambaran utuh yang kita temukan akan menihilkan subjektivitas. Tak ada lagi yang perlu diperdebatkan, karena gambaran utuh yang hadir sudah menampilkan semuanya, lengkap dengan semua penjelasan yang diperlukan.

Pada akhirnya, membaca, seperti halnya menulis memang tak selalu harus bisa dilihat dari luar, tapi, ia akan mengajak kita melihat semuanya secara utuh dari dalam, dengan dimensi lebih luas dari yang sepintas kita lihat dari luar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun