Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Hubungan Akrab Klub Liga Indonesia dan Inkonsistensi

1 Agustus 2022   18:43 Diperbarui: 2 Agustus 2022   19:33 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Liga Indonesia, terlihat dinamis tapi akrab dengan inkonsistensi performa klub. (Foto: KOMPAS.com/SUCI RAHAYU)

Bicara soal Liga Indonesia, satu hal yang cukup lekat dengannya adalah inkonsistensi. Fenomena ini sudah jadi satu kebiasaan umum dari tahun ke tahun.

Sebagai contoh, klub yang di satu musim terancam terdegradasi bisa jadi juara di musim berikutnya. Begitupun sebaliknya, ada yang satu ketika begitu kuat, tapi di kesempatan lain harus turun kasta.

Salah satu penyebabnya, ada banyak klub yang merombak total timnya, termasuk di pos pelatih, demi mengejar target jangka pendek. 

Uniknya, target jangka pendek ini bukan hanya dalam konteks target tahunan, tapi juga mencakup target prestasi di paruh  musim kompetisi.

Untuk target paruh musim, biasanya target itu adalah versi revisi dari target di awal musim. Misalnya, jika sebuah tim awalnya membidik target juara di awal musim, lalu merevisinya jadi lolos dari degradasi di paruh kedua, setelah mendapati performa tim ternyata jeblok di paruh pertama.

Sayangnya, masih belum banyak klub di Indonesia yang mulai berpikir jangka panjang. Pelatih dan tim yang sudah mencapai (bahkan melampaui) target hasil revisi kadang tidak dipertahankan, apalagi mereka yang gagal memenuhi target.

Akibatnya, materi tim diubah total pada musim baru berikutnya, dan bisa saja dibongkar lagi di akhir putaran pertama. Siklusnya terus berputar seperti itu, sehingga inkonsistensi jadi satu hal yang konsisten hadir di Liga Indonesia.

Fenomena ini juga cukup merata. Tidak hanya ada di Liga 1, tapi juga mencakup kasta di bawahnya.

Makanya, sejak Liga Indonesia bergulir sejak tahun 1994 hampir tidak ada klub di liga Indonesia yang mampu juara beruntun, khususnya dalam kondisi normal.

Fenomena ini bahkan dialami tim Persipura Jayapura versi "prime mode" yang juara liga 4 kali dan Runner up 3 kali selama rentang waktu 2005-2014. 

Hebatnya, performa bagus mereka juga menular di tingkat Asia, dengan menjadi tim Indonesia yang paling sering lolos ke babak gugur di Piala AFC.

Selama periode ini, Tim Mutiara Hitam sebenarnya punya materi pemain cukup bagus, dengan kerangka tim relatif sama. Sayang, ketika kerangka ini dibongkar total, performa tim perlahan menurun, sebelum akhirnya terdegradasi akhir musim lalu.

Di satu sisi, ini memang membuat kompetisi jadi tidak monoton. Ada beragam kejutan yang biasa hadir, sehingga membuatnya sulit ditebak.

Terlepas dari isu pengaturan skor yang sesekali muncul di sepak bola nasional, sisi dinamis yang ada memang selalu menarik untuk disimak.

Masalahnya, tidak ada konsistensi yang reliabel di sini, dan itu mempengaruhi juga performa klub Indonesia di level Asia. Akibatnya, grafik performa klub Indonesia cenderung menurun.

Ini membuat grafik peringkat Liga Indonesia cenderung menurun, sehingga kesempatan unjuk gigi klub nasional pun mengalami penurunan level juga. 

Dari yang tadinya bisa tampil di fase grup Liga Champions Asia, menjadi hanya bisa tampil di kualifikasi, sebelum akhirnya hanya bisa tampil di Piala AFC.

Apa boleh buat, level peringkat Liga Indonesia pun jadi kurang bagus akhir-akhir ini,  kalau tidak boleh dibilang jelek. Tidak adanya reliabilitas karena belum adanya orientasi jangka panjang, membuat progresi level sepak bola nasional cenderung lambat.

Karenanya, pelaku sepak bola nasional perlu mulai berorientasi pada proses dan progres. Supaya, kualitas klub yang tampil di Asia bisa lebih reliabel dan peringkat liga juga membaik.

Turnover atau perombakan memang satu hal pasti dalam sepak bola. Tapi, berhubung sifatnya drastis, ini tidak boleh terlalu sering dilakukan dalam waktu dekat.

Bukannya memperbaiki, perubahan seperti ini justru bisa merusak, karena tidak ada sistem yang dibangun dan dikembangkan dalam jangka panjang.

Jika sistem yang ada sudah cukup baik pun, satu perombakan hanya perlu dilakukan, selama ada upaya peningkatan kualitas dengan rencana ke depan yang berorientasi jangka panjang, lazimnya sebuah proyek olahraga.

Lagipula, jika satu perombakan drastis terlalu sering dilakukan, itu akan merusak stabilitas, karena tidak ada perbaikan kualitas di sana. 

Maka, penting untuk memastikan, perubahan yang ada benar-benar mengedepankan kualitas, supaya kemajuan yang dicapai bisa berdampak positif, bahkan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun