Selebihnya, usaha rintisan adalah tempat yang pas untuk mahasiswa atau pelajar yang ingin magang. Meski durasinya singkat, ada cukup banyak pengalaman, yang nanti bisa berguna, saat sudah benar-benar terjun di dunia kerja.
Mungkin, sedikit pendapat saya ini akan ditentang habis-habisan oleh mereka yang cinta tantangan, karena dianggap terlalu pengecut atau bermental pegawai, bukan pengusaha.
Tapi, dalam situasi yang masih serba tidak pasti seperti sekarang, kebanyakan orang jelas akan lebih memilih hal yang sudah pasti, misalnya gaji tetap yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tabungan untuk dana darurat.
Sederhananya, untuk melewati lautan luas penuh gelombang, kapal dan pesawat akan jauh lebih berguna ketimbang papan selancar atau rakit.
Lagipula, bekerja menjadi pegawai atau karyawan bukan sebuah kejahatan. Apa hidup secara "biasa saja" di dunia yang absurd ini sudah dilarang?
Pandangan realistis ini sebenarnya normal, tapi menjadi "kuno" di mata sebagian pelaku usaha rintisan. Terutama, bagi mereka yang cara pandangnya kurang membumi.
Kalaupun ada saran, itu hanya sebatas kata-kata mutiara seperti "berpikir dan bermimpi besar" atau "membangun usaha rintisan sendiri".
Sebuah logika terlalu dangkal, yang bisa berbahaya untuk ditiru. Apalagi, kalau si pelaku usaha rintisan ini sebenarnya masih kepayahan dalam berbisnis.
Padahal, bos tidak akan disebut bos, kalau tidak ada orang yang mau dia pimpin. Lucunya, kadang orang-orang seperti ini bisa bergaya bak Elon Musik atau pebisnis lain yang sudah stabil.
Cara berpikir ini, sebenarnya merupakan cermin dari bagaimana usaha rintisan itu dikelola, berikut pola pikir dan gaya hidup yang ada di dalamnya.
Inilah yang membuat usaha rintisan kurang layak jadi pilihan untuk jangka panjang. Terutama, pada usaha rintisan yang masih kembang kempis, meski rutin disuntik dana melimpah dari investor.