Hasilnya pun cukup lumayan. Tim yang musim lalu finis di posisi ketujuh klasemen akhir Serie A mampu dibawanya bertengger di posisi lima besar klasemen.
Peluang "naik kelas" ke Liga Europa pun semakin terbuka, seiring kelolosan Si Serigala ke final Europa Conference League. Andai tergelincir di pekan-pekan akhir liga pun, musim ini masih akan tetap jadi musim yang bagus, karena klub mampu meraih trofi.
Jika mampu juara, eks pelatih Real Madrid ini akan jadi pelatih pertama yang mampu meraih trofi di tiga kasta berbeda kompetisi antarklub Eropa. Sebuah catatan historis yang mungkin akan sulit diulang untuk waktu lama.
Menariknya, final Europa Conference League di kota Tirana (Albania) nanti akan mempertemukan Mou dengan klub yang juga berpeluang mencatat sejarah serupa: menjadi klub pertama yang pernah meraih trofi di tiga kasta kompetisi antarklub Eropa (sejak Piala Intertoto dibubarkan UEFA).
Seperti diketahui De Rotterdamers meraih 1 trofi Liga Champions (musim 1969/1970) bersama Ernst Happel, dan 2 trofi Piala UEFA (kini Liga Europa) musim 1973/1974 dan 2000/2001, masing-masing di bawah komando Wiel Coerver dan Bert Van Marwijk.
Melihat perjalanan Roma di musim perdananya bersama eks pelatih Chelsea, mungkin masih ada sedikit kekecewaan, karena mereka gagal lolos ke Liga Champions musim depan.
Jelas, ada simbiosis mutualisme di sini, karena Mourinho berkesempatan menebus rasa penasaran dalam karirnya. Maklum, ia dipecat Tottenham Hotspur, hanya sehari sebelum final Piala Liga musim lalu. Kini, kesempatan itu datang di final kompetisi Eropa, yang bisa melengkapi portofolio prestasi yang memang sudah kinclong.
Di sisi lain, bersama Mourinho, Roma berkesempatan mencatat sejarah baru di Eropa, sambil menyelamatkan wajah klub Italia, yang musim ini terlihat lesu di kompetisi antarklub Eropa.
Akankah tahun pertama mereka berakhir manis?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H