Final Liga Champions ketiga dalam lima tahun terakhir. Begitulah hasil akhir yang didapat Liverpool dari Estadio La Ceramica, Rabu (4/5, dinihari WIB).
Dalam laga leg kedua semifinal Liga Champions kali ini, The Reds mampu mengungguli tuan rumah Villareal dengan skor 2-3. Hasil ini membuat mereka menang dengan agregat 5-2, setelah pekan lalu menang 2-0 di Anfield.
Hanya saja, pertandingan kali ini berjalan menarik. Tidak seperti leg pertama yang hanya berjalan satu arah, kedua tim mampu unjuk gigi di kedua babak, dengan menyuguhkan dua cerita remontada alias comeback.
Di babak pertama, Villareal yang dimotori Etienne Capoue mampu membuat kejutan. Tim kontestan La Liga Spanyol ini mencetak gol cepat lewat aksi Boulaye Dia di menit keempat, memanfaatkan assist Capoue.
Gol cepat ini membuat mood tim asuhan Unai Emery naik seketika. Meski Liverpool mampu mengontrol permainan, Villareal tetap mampu mengontrol situasi.
Lewat permainan defensif dan serangan balik cepat cukup efektif, remontada seolah akan jadi judul cerita lain yang siap ditulis di Spanyol. Momen ini hadir buat Villareal, setelah assist Capoue mampu dituntaskan Francis Coquelin menjadi gol, empat menit jelang turun minum.
Villareal unggul 2-0, dan skor agregat menjadi imbang 2-2. Sebuah remontada yang cukup impresif di babak pertama.
Ada harapan besar, untuk Pau Torres dkk kembali mencetak sejarah, kali ini dengan cara yang lebih keren dibanding sebelumnya: menjadi tim spesialis pembunuh raksasa.
Tapi, Liverpool jelas bukan tim kaleng-kaleng, yang akan rontok begitu saja dengan mudahnya. Apalagi, The Kop sudah punya sedikit pengalaman bertanding di Spanyol, tepatnya saat menghadapi Atletico Madrid yang dikenal punya atmosfer kandang cukup intimidatif, di babak fase grup.
Â
Benar saja, situasi berubah total di babak kedua. Si Merah mampu tampil lebih garang, dan tidak memberi napas buat Kapal Selam Kuning yang baru saja bermimpi indah di babak pertama.
Entah kalimat sakti apa yang diucapkan Juergen Klopp di ruang ganti, yang jelas, efeknya sungguh luar biasa. Tim yang tadinya nyaris kena remontada di babak pertama, justru mampu gantian melakukan remontada di babak kedua.
Jordan Henderson dkk mampu menaikkan level permainan, dan memaksa Villareal bangun dari mimpi indah di babak pertama. Hasilnya, tiga gol lewat aksi Fabinho, Luis Diaz, dan Sadio Mane berhasil membalikkan keadaan menjadi 2-3.
Babak kedua benar-benar jadi satu mimpi buruk buat The Yellow Submarine, karena mereka terlihat sangat kewalahan menghadapi gelombang serangan tim tamu. Torpedo yang sempat ditembakkan di babak pertama, ternyata dibayar tunai lawan, hingga membuat mereka karam.
Villareal memang mampu mencetak gol di menit kritis babak pertama, tapi tiga gol balasan Liverpool di babak kedua mampu menjadi pukulan telak.
Maklum, ketiganya hadir dalam tempo hanya 12 menit, masing-masing di menit ke 62, 67, dan 74. Praktis, pertandingan sebenarnya sudah "selesai" di menit ke 74, atau setelah Mane mencetak gol.
Nestapa makin lengkap buat tim berseragam khas warna kuning itu, setelah Capoue yang tampil cemerlang di babak pertama, justru menjadi pesakitan di akhir babak kedua.
Eks pemain Tottenham Hotspur itu dikartu merah wasit di menit ke 85, setelah melanggar Curtis Jones. Sebuah penutup sempurna, dari malam ironis Villareal di rumah sendiri.
Meski akhirnya harus angkat koper, kiprah Villarreal di Liga Champions musim ini sudah berhasil menghadirkan kejutan luar biasa.
Dengan modal tim seadanya, mereka mampu menenggelamkan tim sekelas Juventus dan Bayern Munich, juga sempat mengejutkan Liverpool di babak semifinal, khususnya pada babak pertama leg kedua.
Tapi, Liverpool ternyata berada di level yang berbeda. Meski dikejutkan, mereka mampu membalas, sebuah mentalitas yang sangat tangguh, dan memang jadi senjata rahasia.
Dalam perjalanan ke final Liga Champions musim ini, ketangguhan itu setidaknya terlihat, dari catatan impresif Jordan Henderson dkk di partai tandang. Sejak fase grup hingga semifinal, mereka selalu menang di kandang lawan.
Tentu saja, ini adalah satu perwujudan dari "Mentalitas Monster" yang selama ini sudah dibangun Juergen Klopp di Anfield. Inilah yang membuat Liverpool terlihat tangguh, dan mampu melewati masa sulit.
Setelah babak belur dihajar badai cedera di musim lalu, kini Liverpool mampu mengukir cerita hebat: juara Carabao Cup di Wembley, lolos ke final Piala FA (juga di Wembley) berpacu di lap akhir perburuan gelar Liga Inggris, dan lolos ke final Liga Champions di Paris.
Akankah cerita hebat ini berakhir indah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H