Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sesuatu di Jogja

11 April 2022   01:27 Diperbarui: 11 April 2022   01:30 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meme yang menggambarkan situasi sosial di Jogja (9gag.com)

Judul di atas memang terinspirasi dari judul lagu yang dipopulerkan oleh Adhitia Sofyan. Tapi, apa yang saya tampilkan di tulisan ini tidak hanya menampilkan sisi romantis Yogyakarta, yang kadang juga diromantisasi sedemikian rupa. Ada "pulang", "rindu", "kenangan", dan entah apa lagi.

Sisi romantis ini memang terlihat terang benderang. Tapi, ada sisi lain, yang kadang terlupakan, bahkan dianggap tak ada.

Salah satu sisi lain, yang belakangan jadi berita datang dari aksi klitih, yang memakan korban jiwa. Beritanya menjadi heboh, karena korban adalah anak seorang pejabat.

Sebenarnya, di luar masalah klitih, ada beberapa hal lain, yang juga mewarnai Yogyakarta. Kurang lebihnya, seperti pada meme "Taj Mahal" di atas. 

Disclaimer: angka UMK yang tercantum di meme itu adalah kisaran UMK kota Yogyakarta, yang memang berada di kisaran 2 juta rupiah.

Awalnya, meme ini dibagikan oleh akun Twitter @humanintrash, dan diupload juga ke situs humor 9gag di tahun 2020, dan berlalu begitu saja, sampai kasus klitih jadi berita nasional dan viral di media sosial.

Suka atau tidak, apa yang ditampilkan di meme itu memang menjadi hal-hal relevan, yang ikut mewarnai dinamika kehidupan di Yogyakarta, bersama status istimewa, dan romantisasi pariwisatanya.

Soal romantisasi, ini menjadi semacam mantra yang menarik wisatawan dan pelaku industri wisata datang ke sini. Hasilnya, banyak hotel dan homestay bermunculan, seperti halnya warung makan kekinian.

Banyak uang masuk, bersama tenaga kerja yang terserap, tapi sektor ini terpukul sangat berat akibat pandemi. Perlu waktu lebih untuk bisa pulih total, apalagi saat kekhawatiran karena klitih mengemuka seperti sekarang.

Memang, sudah ada hal-hal yang dibenahi. Malioboro yang tadinya semrawut sudah mulai ditata. Masalah tindak intoleran, seperti pengrusakan makam warga beragama Nasrani atau pembubaran paksa aksi baksos di sebuah gereja beberapa tahun lalu juga sudah tertangani.

Hasilnya, situasi kini relatif adem. Perlu dipertahankan, tapi masih bisa lebih ditingkatkan lagi ke depannya.

Di sisi lain, selain masalah klitih, masalah-masalah seperti angka UMR yang masih jadi sorotan, harga tanah yang cukup luar biasa peningkatannya, transportasi umum yang perlu maintenance rutin jangan lupa diperhatikan.

Soal besaran UMR, yang saat ini berada di kisaran Rp 1,84 juta rupiah (per awal tahun 2022) angkanya perlu segera direvisi. Maklum, harga BBM, minyak goreng, dan gas elpiji kompak naik.

Efek dominonya, harga pangan, barang, jasa (khususnya sewa kost atau kontrakan), dan produk lainnya ikut naik secara umum. Tarif PPN yang juga naik menjadi 11 persen juga bisa ikut mempengaruhi.

Selain karena untuk menjaga daya beli masyarakat, penyesuaian ini juga penting, untuk menjaga ruang simpan dana. Jadi, setidaknya masih ada sedikit ruang untuk menyimpan dana darurat.

Dengan catatan, tidak ada perusahaan atau pemberi kerja yang "nakal" soal upah. Untuk itulah, Pemda dan dinas terkait perlu menjalankan fungsi kontrol dengan baik dan benar.

Kalau masih belum dibenahi, jangan kaget kalau masih ada banyak orang yang lebih memilih pergi merantau, sekalipun ada kesempatan di sini.

Terkait harga tanah yang luar biasa meningkat, ini belakangan juga jadi sorotan, seiring hadirnya bandara Yogyakarta International Airport dan proyek pembangunan infrastruktur, khususnya jalan tol, yang merupakan bagian dari rangkaian tol Trans Jawa.

Ini masih belum termasuk keberadaan obyek wisata, sekolah, atau kampus populer. Komplit kan?

Kehadiran infrastruktur ini memang membuat harga-harga tanah naik, bahkan sampai beberapa kali lipat, tapi  jika besaran UMR nya masih segitu, rasanya membeli tanah atau rumah sendiri, di daerah pinggiran sekalipun akan sulit.

Pada akhirnya, saat tanah dan rumah di Yogyakarta mulai dipandang sebagai suatu investasi jangka panjang, itu masih jadi mimpi sejumlah besar orang.

Praktis, satu-satunya solusi masuk akal yang masih bisa terpikirkan tinggal ikut undian berhadiah rumah, yang belum. Persis seperti meme di atas.

Frekuensinya jelas jarang sekali. Probabilitasnya? Ya segitulah.

Soal transportasi umum, Yogyakarta sebenarnya sudah punya Trans Jogja, yang sudah sudah menjangkau sampai ke sudut-sudut kota, dengan harga  relatif terjangkau.

Tapi, kualitas layanan dan kendaraannya perlu tetap rutin dikontrol, sehingga bisa tetap prima.

Apa yang saya bahas di sini mungkin tidak sepenuhnya enak diterima, tapi, semoga bisa jadi masukan. Sudah bukan waktunya lagi bersikap sangat defensif, karena masyarakat di era digital sudah jauh lebih kritis.

Dengan harapan, Yogyakarta tak hanya bisa menjadi tempat wisata yang ramah buat turis, tapi juga bisa menjadi "rumah" selayaknya, buat siapapun yang tinggal atau bekerja di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun