Seiring tuntasnya babak reguler kualifikasi Piala Dunia 2022 zona CONMEBOL, ada empat tim yang lolos otomatis ke Qatar, yakni Brasil, Argentina, Uruguay, dan Ekuador.
Satu tim lain yakni Peru, akan menjalani babak play off antarbenua melawan pemenang duel Uni Emirat Arab versus Australia.
Diantara keempat tim yang lolos otomatis Uruguay punya jalan yang bisa dibilang cukup berliku. Maklum, mereka sempat mengalami naik turun.
Mengawali babak kualifikasi di bawah komando Oscar Tabarez, Diego Godin dkk sebenarnya cukup diunggulkan untuk lolos tanpa kesulitan berarti.
Maklum, selain karena merupakan salah satu tim raksasa klasik Amerika Selatan, La Celeste rutin tampil di tiga edisi Piala Dunia terakhir, dan lolos ke fase gugur.
Apalagi ketajaman duet Luis Suarez dan Edinson Cavani di lini depan masih cukup oke, walaupun sudah senior.
Tapi, grafik performa mereka terlihat naik-turun. Dari tujuh laga awal, Los Charruas mencatat dua kemenangan dan dua kekalahan plus tiga hasil imbang.
Hasil ini sebenarnya tidak terlalu buruk, karena ada 11 pertandingan lagi yang masih harus dimainkan. Apalagi, di dua pertandingan berikutnya, Si Biru Langit sukses mengalahkan Bolivia (4-2) dan Ekuador (1-0) di kandang sendiri.
Masalahnya, hasil imbang tanpa gol melawan Kolombia, plus empat kekalahan beruntun, masing-masing dari Argentina (dua kali), Brasil, dan Bolivia, membuat posisi tim juara dunia dua kali ini terjepit.
Masalah ini juga membuka satu masalah lain, yakni pola taktik Tabarez kurang mampu mengakomodasi kreativitas di lini tengah, karena terlalu bergantung pada duet Suarez-Cavani.
Secara taktis, El Maestro lebih banyak menekankan lini tengahnya untuk mau bertarung memperebutkan bola, ketimbang ikut berkreasi. Alhasil, lini tengah tim terlihat kaku, kurang dinamis.
Padahal, di lini tengah Uruguay, ada gelandang-gelandang kreatif macam Federico Valverde (Real Madrid), Rodrigo Bentancur (Juventus) dan paling gres Facundo Pellistri (Manchester United).
Akibatnya, ketergantungan ini justru kerap jadi bumerang. Andai duo lini depan Uruguay dimatikan atau salah satunya absen, habislah sudah.
Masalah ini rupanya tak bisa ditangani Tabarez. Apa boleh buat, tak lama setelah dibekuk Bolivia di La Paz, AUF (PSSI-nya Uruguay) lalu memutuskan berpisah dengan sang pelatih senior, setelah 15 tahun bersama.
Keputusan ini sebenarnya sulit dan tidak populer, karena pelatih berusia 74 tahun itu adalah otak di balik kebangkitan Timnas Uruguay selepas gagal lolos ke Piala Dunia 2006.
Tapi, AUF agaknya menyadari, Uruguay butuh pembaruan segera. Jika tidak, mereka bisa gagal tampil di Piala Dunia. Sebagai gantinya, Diego Alonso datang sebagai pelatih baru.
Mantan pemain Timnas Uruguay ini ditunjuk, setelah menjalani periode yang cukup sukses di Meksiko bersama Pachuca dan Monterrey (2014-2019). Bersama dua klub ini juga, trofi Liga Champions Concacaf sukses diraihnya.
Di luar rekam jejaknya, sisi taktikal pelatih berusia 46 tahun ini juga jadi pertimbangan, karena selain adaptif seperti Tabarez, ia juga bisa memanfaatkan kreativitas lini tengah.
Hasilnya, secara menakjubkan, Uruguay mampu menyapu bersih empat pertandingan sisa. Diawali dengan kemenangan 1-0 di kandang Paraguay, dan dilanjutkan dengan kemenangan 4-1 atas Venezuela dan 1-0 atas Peru, tiket lolos otomatis ke Qatar pun didapat.
Bukan cuma itu, Chile juga mampu ditekuk dengan skor 2-0 di Santiago. Hasil ini sekaligus memaksa Chile kembali absen di Piala Dunia.
Di sisi lain, Alonso juga terlihat mulai berani memberikan kesempatan tampil starter kepada Darwin Nunez (22) di pos striker.
Penyerang Benfica ini belakangan memang sedang naik daun dan bisa diproyeksikan sebagai penerus Suarez atau Cavani, yang memang sudah mengisyaratkan bahwa Qatar akan jadi panggung penutup bersama Timnas Uruguay
Dari segi performa, empat kali menang dengan mencetak delapan gol dan satu kebobolan menjadi satu catatan positif, karena Los Celestes menunjukkan kinerja lini pertahanan dan serangan cukup oke.
Dari segi sistem permainan, tim ini juga tidak hanya bergantung pada duet Suarez-Cavani, tapi mulai bisa menggerakkan kreativitas lini tengah.
Terbukti, dari delapan gol yang tercipta, empat diantaranya hadir dari personel lini tengah, yakni De Arrascaeta (2 gol), Rodrigo Bentancur, dan Federico Valverde. Sisanya disumbang oleh Luis Suarez (3 gol) dan Edinson Cavani.
Jadi, aman dikata, keputusan kurang populer AUF telah terbukti tepat, karena telah membalikkan situasi sulit. Tapi, dengan sistem permainan yang kini lebih dinamis, agaknya Uruguay masih punya kejutan lain untuk ditampilkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H