Kala itu, Ukraina diasuh Oleg Blokhin (legenda Timnas Uni Soviet) dan dibintangi Andriy Shevchenko. Sementara itu, Timnas Turki ditangani Fatih Terim.
Di akhir babak kualifikasi, Yunani sebenarnya mampu mendapatkan 21 poin, tapi performa konsisten tim lain membuat mereka gagal lolos ke Jerman. Tim asuhan Otto Rehhagel (Jerman) ini finis di posisi keempat, kalah satu poin dari Denmark di posisi ketiga.
Kegagalan Yunani lolos ke Jerman, menjadi akhir muram dongeng mereka di Eropa. Tapi, setelahnya, mereka rajin tampil di turnamen mayor antara tahun 2008-2014, sebelum akhirnya kembali menurun.
Kisah Cekoslovakia, Denmark dan Yunani, yang kini juga dialami Italia mungkin terdengar ironis. Mereka sama-sama jatuh ke titik terendah, segera setelah mencapai puncak kejayaan bak cerita dongeng.
Tapi, ini membuktikan, tim yang menjadi juara tidak boleh sampai lupa diri, karena setelah turun dari podium juara, mereka kembali sama dengan tim lain, dan segera setelah turnamen selesai, kebanyakan tim sudah pasti akan berbenah . Sekali lupa diri, habislah sudah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H