Meski begitu, klub yang juga berlogo kuda hitam ini tetap jadi sorotan, karena mereka kembali berganti nama, disaat nama sebelumnya saja masih belum disahkan PSSI.
Dari segi bisnis, keputusan untuk pindah ke kota Bekasi sebenarnya cukup bisa dimengerti. Toh, selain menjadi entitas olahraga, klub sepak bola di era modern adalah satu entitas bisnis juga.
Ada banyak faktor pendukung yang perlu diperhatikan, untuk bisa meraih profit. Salah satunya faktor lokasi, semakin strategis semakin bagus.
Dengan posisi sebagai salah satu daerah penyangga kota Jakarta dan kota industri, tentu tidak sulit menarik sponsor dan eksposur media untuk datang. Apalagi, sang bos adalah YouTuber kondang di Indonesia.
Masalahnya, jika tak ada kontinuitas di sini, bukan kejutan kalau Bekasi FC akan kembali ganti nama, karena kembali pindah markas. Alhasil, mereka hanya akan jadi klub musafir.
Padahal, kontinuitas menjadi elemen penting dalam sebuah klub profesional. Ini berkaitan dengan image klub sebagai sebuah merek, dan aspek keolahragaan, termasuk pembinaan pemain muda.
Jika klub itu ternyata nomaden, sponsor mungkin akan ragu-ragu. Akademi klub? Kalaupun ada, sudah pasti itu hanya aksesoris pelengkap, untuk keperluan lolos berkas verifikasi PSSI.
Lebih jauh, jika tak ada rencana jangka panjang, tidak ada identitas spesifik yang melekat di klub. Kalaupun ada, identitas itu hanya "klub musafir" atau "klubnya Atta Halilintar".
Prestasi?
Mungkin ada, tapi hanya sekelebat. Setelahnya, bisa saja tenggelam. Selebihnya, meragukan.
Fenomena klub pindah markas dan ganti nama di Indonesia memang sudah biasa terjadi. Apalagi, PSSI terkesan masih cuek pada masalah satu ini.