Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

"Crazy Rich" Sudah, Koruptor Kapan?

12 Maret 2022   18:12 Diperbarui: 12 Maret 2022   18:15 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (CNBCIndonesia.com)

Menyusul ditangkapnya "crazy rich" Indra Kenz dan Doni Salmanan akibat tersangkut kasus investasi bodong, banyak orang yang dibuat terkejut, karena ada pasal berlapis, antara lain penipuan dan pencucian uang, yang siap menjerat, dengan potensi sanksi pidana mencapai 20 tahun plus dimiskinkan.

Dengan jumlah korban mencapai ribuan orang, lengkap dengan total aset mencapai triliunan rupiah yang dibekukan pihak berwajib, hukuman ini sangat masuk akal. Ada potensi efek jera, sepanjang sanksinya tidak didiskon, layaknya promo belanja online.

Ini juga bisa menjadi peringatan keras untuk para "crazy rich", untuk tidak asal pamer kekayaan di media sosial. Maklum, Kementerian Keuangan melalui Ditjen Pajak sudah mulai memonitor para "crazy rich".

Jika terbukti ada lagi "crazy rich" yang mendapat kekayaan dengan cara tidak benar, rasanya Indra Kenz dan Doni Salmanan bukan nama terakhir yang akan diciduk aparat.

Langkah awal yang dilakukan pihak berwajib pada "crazy rich" bermasalah ini sudah tepat, dan layak dilanjutkan, karena sudah dilengkapi efek jera.

Pertanyaannya, kapan koruptor akan dibeginikan juga?

Pertanyaan ini mungkin ada di pikiran sebagian orang Indonesia, karena akhirnya ada tindakan tegas, untuk para bandit pencuri uang masyarakat.

Memang, pelaku korupsi di negeri ini masih mendapat sanksi hukum, tapi minim efek jera. Padahal, jumlah kasusnya masih tinggi, dengan akumulasi nilai kerugian negara tak kalah besar.

Satu lagi, efek kerusakan korupsi ini juga cukup mengerikan. Koruptor kurang lebih sama seperti "crazy rich" bermasalah yang suka pamer dan menawarkan cara mudah (tapi ilegal) untuk menjadi kaya.

Ini jelas meracuni pikiran banyak orang, dan menjadi penyakit yang harus diberantas. Keduanya sama-sama mencuri, dan merusak secara sistematis.

Masalahnya, tindakan tegas yang didapat para "crazy rich" bermasalah ini justru berbanding terbalik dengan vonis yang didapat para koruptor. Seperti diketahui, di masa pandemi saja, ada beberapa koruptor yang mendapat "diskon" vonis hakim.

Ironisnya, tindakan ini tidak sama dengan wacana pemerintah, untuk berani menerapkan sanksi tegas buat koruptor, menimbang situasi sulit masyarakat di masa pandemi. Inilah yang membuat pemberantasan korupsi masih jauh dari harapan.

Kini, datang momentum bagus, berkat tingkah "crazy rich" bermasalah. Kalau pemerintah bisa berpikir cerdas, seharusnya ini bisa juga dimanfaatkan untuk memperbaiki catatan minor terkait pemberantasan korupsi.

Kalau mau lebih efektif, seharusnya tindakan korupsi itu bisa disetarakan dengan tindakan para "crazy rich" bermasalah. Ada pemiskinan pada koruptor, supaya ada efek jera.

Ini penting, karena menyangkut kepercayaan publik pada pemerintah. Seharusnya, ada ketegasan yang sama, karena konon katanya semua sama di mata hukum.

Kalau "crazy rich" yang diciduk saja bisa dikenakan pasal berlapis dan dimiskinkan, kenapa koruptor tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun