Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Melihat Geliat "Rekrutmen" Pemain Keturunan di Timnas Benua Afrika

24 Februari 2022   16:05 Diperbarui: 26 Februari 2022   00:27 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Riyad Mahrez dan Hakim Ziyech (Getty composite/Goal.com)

Dalam beberapa waktu terakhir, banyak muncul pro kontra, soal "rekrutmen" pemain keturunan di Timnas Indonesia. Kebijakan ini menjadi satu ide PSSI, untuk memperkuat Timnas Indonesia.

Tapi, kalau mau dilihat lagi, fenomena ini sebenarnya normal. Di level yang lebih tinggi saja, ada sejumlah negara di benua Afrika yang juga melakukan. Fenomena ini belakangan menjadi tren.

Penyebabnya, ada sejumlah pemain keturunan, yang sebenarnya punya kemampuan bagus, tapi ada banyak pesaing di posisi serupa. Daripada tidak terpakai, mereka langsung diberi kesempatan masuk ke timnas negara leluhur, sebagai pemain kunci.

Di Pantai Gading misalnya, ada Wilfried Zaha (Crystal Palace) yang sempat memperkuat Timnas Inggris junior, sebelum akhirnya memilih berseragam The Elephants di level senior.

Sebelumnya, ada Timnas Maroko yang sukses mengamankan tenaga Hakim Ziyech, yang juga berpeluang memperkuat Timnas Belanda. Sayang, pada awal tahun 2022, gelandang Chelsea ini memutuskan pensiun dari Tim Singa Atlas, setelah berselisih dengan pelatih Vahid Halilhodzic.

Masih di Afrika Utara, tepatnya Aljazair, Tim Rubah Gurun punya sejumlah pemain kelahiran Prancis, yang menjadi pilar tim, dengan Riyad Mahrez sebagai bintang utama. Prestasinya pun oke, karena berbuah satu trofi Piala Afrika (2019) setelah sebelumnya menjadi perdelapanfinalis Piala Dunia 2014.

Tentunya, ini adalah satu kemajuan besar. Sebelumnya, negara tetangga Libia ini lebih banyak dikenal sebagai negara asal leluhur Zinedine Zidane (legenda sepak bola Prancis).

Beralih ke Mali, negara tanpa laut ini dikenal punya catatan menarik soal rekrutmen pemain keturunan. Di era 2000-an misalnya, Timnas Mali pernah diperkuat Frederic Kanoute dan Mohammed Sissoko.

Dua pemain kelahiran Prancis ini sama-sama populer di era 2000-an. Kanoute dikenal luas saat berseragam Sevilla dan Tottenham Hotspur, sementara Sissoko pernah memperkuat Valencia, Liverpool, dan Juventus, sebelum menutup karir bermain di liga Indonesia bersama Mitra Kukar.

Meski belum sampai lolos ke Piala Dunia, capaian mereka di Piala Afrika cukup lumayan. Dalam dua dekade terakhir, Si Elang mampu empat kali menjadi semifinalis Piala Afrika (2002, 2004, 2012 dan 2013)

Manuver merekrut pemain keturunan ini coba diulang MFF (PSSI-nya Mali) dengan mendekati tiga pemain keturunan Mali kelahiran Prancis, yakni Abdoulaye Doucoure (Everton), Moussa Dembele (Lyon) dan Ibrahima Konate (Liverpool). Ketiganya sama-sama pernah memperkuat Timnas Prancis di level junior, tapi masih belum dipanggil Les Bleus senior.

Abdoulaye Doucoure, Ibrahima Konate, dan Moussa Dembele (Dailymail.co.uk)
Abdoulaye Doucoure, Ibrahima Konate, dan Moussa Dembele (Dailymail.co.uk)
Sebelumnya, mereka pernah coba mendekati Adama Traore, tapi pemain kekar itu lebih memilih berseragam Timnas Spanyol, bukan Mali, yang notabene negara asal orangtuanya. 

Sebelum Traore, ada N'Golo Kante yang memilih berseragam Timnas Prancis
Upaya Mali mendekati pemain keturunan terlihat masuk akal, karena Yves Bissouma dkk akan bersiap menghadapi Tunisia, di final play off kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Afrika, akhir Maret mendatang.

Jika menang, Mali akan mencatat debut di Piala Dunia. Posisi ini bisa jadi satu daya tarik tersendiri bagi para pemain keturunan. Makanya, MFF berani bergerak. Lagipula, siapa sih yang tidak mau mendapat peluang tampil di Piala Dunia?
Daftar ini berpotensi akan bertambah, karena ada Aaron Wan-Bissaka (eks pemain junior Timnas Inggris) yang didekati Timnas Kongo, negara leluhurnya. Sama seperti Mali, tim asuhan Hector Cuper (Argentina) ini akan bertarung di babak play off kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Afrika, dengan Maroko sebagai lawan.

Fenomena "merekrut" pemain keturunan juga terjadi di negara-negara kuat lain di Afrika, antara lain Kamerun, Ghana dan Nigeria.

Ghana pernah diperkuat Kevin Prince Boateng (kelahiran Jerman), plus Ayew bersaudara (Andre dan Jordan, lahir di Prancis). Nigeria punya Victor Moses, Dominic Solanke, Ola Aina, Joe Aribo dan Alex Iwobi (eks pemain junior Timnas Inggris), sementara lini depan Kamerun diperkuat Eric Choupo-Moting (kelahiran Jerman), dan sempat juga punya Joel Matip (kelahiran Jerman) di lini belakang.

Melihat situasinya, fenomena ini sebenarnya wajar, dan FIFA pun mengaturnya dengan jelas. Di sini, saya memilih menjadikan negara Afrika sebagai contoh, karena kondisi persepakbolaan nasional di sana kurang lebih mirip dengan Indonesia. Jadi, ini lebih relevan.

Bedanya, banyak imigran Afrika di Eropa yang berpaspor Uni Eropa. Jadi, mereka tidak akan kesulitan jika harus memilih negara leluhur. Selain itu, rata-rata dari mereka berani "go abroad" di usia muda.

Mentalitas ini, ditambah bakat alam memang menjadi satu alasan, mengapa  Afrika selalu punya pemain berkualitas, sekalipun kualitas tata kelola sepak bola nasional di sana tidak beda jauh dengan Indonesia. Ada kemauan kuat untuk berkembang dan memperbaiki nasib yang sama kuat.

Di sisi lain, keberadaan pemain keturunan di Timnas negara Afrika justru terlihat diterima dengan baik di negara leluhurnya, karena dari masa ke masa, sudah ada banyak pemain keturunan Afrika yang justru memilih berseragam Timnas Eropa.

Mulai dari era Jean Tigana (Prancis/Mali), Romelu Lukaku (Belgia/Kongo), Mario Balotelli (Italia/Ghana), Jerome Boateng (Jerman/Ghana), Nani (Portugal/Cape Verde) sampai Bukayo Saka (Inggris/Nigeria).

Mario Balotelli, pemain Italia keturunan Ghana (Goal.com)
Mario Balotelli, pemain Italia keturunan Ghana (Goal.com)
Daftar ini masih akan terus bertambah, selama kesempatan itu masih ada, dan regulasinya masih memungkinkan. FIFA sendiri mengizinkan pemain keturunan untuk bisa memperkuat Timnas tanpa menjalani masa tinggal lama di satu negara.

Meski terdengar pragmatis, strategi "merekrut" pemain keturunan jelas bukan satu kesalahan, karena semua kembali kepada kualitas si pemain keturunan, kebutuhan tim, dan seberapa baik prospek tim nasional yang memberi kesempatan.

Selama prospeknya bagus, sesuai kebutuhan, dan tidak menghambat perkembangan karier bermain, pemain berkualitas pasti akan datang. Jadi, ini ditentukan sepenuhnya oleh kualitas tim nasional dan federasi. Semakin baik kualitasnya, semakin bagus kualitas pemain keturunan yang akan datang.

Inilah satu PR besar PSSI di masa depan, jika ingin mendatangkan pemain keturunan berkualitas, tanpa menghambat karir si pemain, akibat terkendala aturan kewarganegaraan tunggal.

Bisa, PSSI?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun