Lucunya, meski saya bisa "lolos" dari money game versi modern, saya justru sempat apes karena sempat tertipu money game versi tradisional, dengan modus bisnis patungan, medio tahun 2016.
Saat itu, seorang senior di kampus mengajak saya ikut dalam sebuah bisnis patungan, produknya ada dan nyata. Apes, tabungan saya yang dipinjamnya lalu dibawa kabur.
Saat mencoba menagihnya, saya sempat kena teror, dan hampir diperas lebih jauh, sebelum akhirnya merelakan, meski jumlahnya tidak sedikit buat saya.
Berangkat dari rentetan pengalaman itulah, saya tidak tergiur dengan money game atau sejenisnya, karena dampak jangka panjangnya cukup mengerikan: amblas secara finansial iya, relasi jadi rusak juga iya.
Memang, masih ada yang masih berhubungan baik, karena kami tak pernah membahas itu tiap kali berinteraksi. Kami sudah berteman jauh sebelum itu, dan agak konyol kalau semua rusak karena alasan sepele.
Menariknya, meski tak pernah berjanji lewat ucapan, kami seperti sudah sepakat, untuk tidak membahas topik ini. Inilah yang membuat semua baik-baik saja selama sepuluh tahun terakhir.
Tapi, pengalaman pahit di lain kasus, ditambah penertiban pemerintah belakangan ini, membuat saya memilih tetap waspada.
Uang dan pertemanan memang masih bisa sejalan, selama masih serba transparan. Tanpa transparansi, uang hanyalah alat perusak di segala sisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H