Secara logika ekonomi, ini memang bisa berjalan dalam jangka pendek, khususnya bagi mereka yang mampu merekrut banyak orang dalam sekejap. Selama masih ada yang bisa direkrut, semua masih berjalan, tapi sekali macet, habislah sudah.
Masalah lainnya adalah, ada kecenderungan dari sebagian oknum pelaku "bisnis" ini, untuk meremehkan profesi orang lain, apapun itu.
Tentu saja, ini membuat saya semakin tidak yakin, karena situasinya tampak serba tidak biasa. Dengan situasi serba tidak biasa itu, saya memilih untuk tidak terlibat lebih jauh.
Kebetulan, waktu itu saya masih harus membagi waktu antara kuliah dan berorganisasi di kampus, ditambah lagi, kondisi keuangan serba pas-pasan.
Alasan kurang lebih sama, juga "menyelamatkan" saya selama kuliah, saat ada teman-teman lain yang mengajak.
Pertimbangannya simpel, saya harus fokus, karena di tahun pertama saya dulu, ada satu mata kuliah inti yang nilainya kebakaran, dan harus segera dibereskan.
Mereka yang mengajak saya ikut money game tidak akan bertanggung jawab kalau studi dan hidup saya sampai berantakan gara-gara ikut money game.
Entah kebetulan atau bukan, keterlibatan dalam hal-hal seperti ini sering menciptakan masalah di belakang hari, seperti bom waktu.
Sebagai contoh, teman yang di awal masa kuliah mengajak saya ikut MLM, pada prosesnya memilih fokus ber-MLM (sebelum akhirnya banting setir ke bidang lain), dan membiarkan studinya terbengkalai.
Ini baru satu orang di satu fakultas dalam satu kampus, belum termasuk dari fakultas dan universitas lain di seluruh Indonesia. Kalau jumlahnya digabung se-Indonesia, pasti akan banyak sekali, karena pada masa SMA dan kuliah dulu, pergerakan dan jumlahnya cukup masif, karena dianggap ceruk pasar potensial di Yogyakarta, yang notabene merupakan kota pelajar.
Pada akhirnya, saya bersyukur, karena keputusan ini tepat. Saya bisa lulus tepat waktu, dengan sedikit usaha ekstra.