Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Habis Shin Tae-yong Terbitlah Haruna Soemitro

18 Januari 2022   01:01 Diperbarui: 18 Januari 2022   01:18 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Haruna Soemitro dan Shin Tae-yong (Okezone.com)

Setelah pekan lalu Shin Tae-yong "debut" dan viral di sebuah podcast, kali ini giliran Haruna Soemitro (anggota Exco PSSI) yang hadir di sebuah podcast, dan viral di media sosial.

Oke, penampilan keduanya di podcast lalu sama-sama viral, dan populer di dunia maya. Masalahnya, popularitas itu datang, dalam dua sentimen berbeda.

Shin Tae-yong (dan penerjemahnya) kebagian sentimen positif publik, karena mau bicara jujur dan terbuka. Sisi positif dan negatif pesepakbola nasional juga dijelaskannya, lengkap dengan masukan positif yang bisa dijalankan.

Meskipun arah diskusi di podcast sebenarnya kurang fokus, karena Deddy Corbuzier sendiri adalah pembicara lintas topik, semua diikutinya sampai tuntas. Masyarakat, khususnya publik sepak bola nasional jadi ikut terhibur sekaligus teredukasi.

Ini sejalan dengan sentimen positif yang sebelumnya sudah ada. Seperti diketahui, pelatih asal Korea Selatan itu banyak diapresiasi, karena sukses membawa Tim Garuda ke final Piala AFF 2020, dengan tim bermaterikan pemain muda dan status tim non-unggulan di fase grup, karena kompetisi nasional sempat vakum setahun akibat pandemi.

Satu hal lain yang saya ingat dari podcast ini adalah, seorang teman saya, yang sebenarnya bukan penggemar sepak bola pun tertarik menonton. Di sini, faktor popularitas seorang Deddy Corbuzier sebagai YouTuber populer, sukses menjadi daya tarik tersendiri.

Waktu itu, saya sengaja membagikan link tayangan podcast secara spontan. Sehari-harinya, ia berprofesi sebagai penerjemah bahasa Korea, dan suka belajar lebih giat, untuk meningkatkan kemampuannya.

Jadi, saya terpikir untuk membagikan link itu, siapa tahu bisa sedikit bermanfaat. Pertimbangannya, dalam belajar bahasa, khususnya bahasa asing, penuturan seorang "native speaker", dan perspektif interpretasi atau terjemahan, dari  interpreter atau penerjemah (yang juga seorang "native speaker") adalah satu paket belajar bahasa asing kelas istimewa. 

Di tempat kursus, ini materi mahal, tapi berkat penampilan Shin Tae-yong dan penerjemahnya di podcast, ini gratis. Keren sekali.

Sebaliknya, Haruna Soemitro panen sentimen negatif, karena terlalu fokus melihat sisi negatif sang pelatih. Sama sekali tidak ada apresiasi.

Oke, Timnas Indonesia memang  menjadi runner-up di Piala AFF untuk keenam kalinya. Tapi, apa yang sudah dilakukan PSSI saat kompetisi vakum selama setahun?

Hampir tidak ada. Kompetisi junior (yang sebenarnya kurang digarap serius) juga masih belum jelas kelanjutannya. Padahal, kompetisi nasional dan pembinaan usia muda adalah kunci terbentuknya tim nasional.

Semakin bagus kompetisi dan pembinaan usia mudanya, semakin bagus juga tim nasional yang dihasilkan, karena pemain-pemain yang ada memang berkualitas bagus.

Sayangnya, masalah ini seperti luput dari pengamatan sang anggota Exco PSSI. Entah apa yang dipikirkannya, karena hal-hal fundamental ini malah dilupakan.

Jangan lupa, respon publik sepak bola nasional terhadap aksi Timnas Indonesia di Piala AFF 2020 sangat positif. Mereka menyadari, capaian Runner-up keenam ini adalah satu prestasi, karena hadir dalam kondisi serba tak ideal.

Sudah ada juga pergeseran pandangan, dari yang sebelumnya hanya instan, menjadi mulai menyadari pentingnya proses untuk mencapai hasil, khususnya dalam olahraga, yang memang membutuhkan fondasi kuat untuk berprestasi.

Dengan sudah adanya kesadaran publik sepak bola nasional, seharusnya, Exco PSSI (dan semua pihak terkait) bisa lebih fokus untuk berprogres pada apa yang saat ini sedang dijalani, dan menjalankan tugas sebagaimana mestinya, kecuali jika masih ingin sepak bola nasional terus tertinggal.

Bukankah mie instan yang lezat pun tetap harus dimasak sampai matang sebelum siap dimakan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun